Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjadikan minyak dan gas bumi (migas) sebagai sektor yang berkelanjutan perlu terus diusahakan sejalan dengan upaya dekarbonisasi sektor energi.
Vice President Pertamina Energy Institute, Hery Haerudin berpendapat, upaya meningkatkan kesadaran untuk menekan emisi karbon dari proses produksi migas bisa berjalan bersamaan dengan usaha menjaga ketahanan energi. “Kita tidak bisa punya industri yang maju dan ekonomi maju tanpa (ketahanan) energi,” kata Hery, dalam sebuah diskusi, Selasa (26/9).
Saat ini, Indonesia harus memanfaatkan energi yang ada secara efisien bersamaan dengan mencari alternatif sumber energi murah dan bersih. Pertamina memiliki dua strategi untuk mencapai dekarbonisasi. Pertama, dekarbonisasi bisnis. “Ini bila ada yang bisa kita ganti dengan semua energi terbarukan, misalnya perkantoran mulai menggunakan panel surya dan kendaraan operasional diganti ke listrik, sebagian seperti itu,” kata Hery.
Kedua, membangun bisnis hijau. Caranya, memunculkan lebih banyak usaha yang rendah emisi, ramah lingkungan, dan bisa melayani kebutuhan energi pada masa depan.
Baca Juga: Bank Rame-Rame Borong di Hari Perdana Bursa Karbon
Sementara tenaga ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Luky Yusgiantoro menyampaikan, pihaknya berupaya mengurangi jejak karbon di dalam proses produksi migas. SKK Migas mencanangkan enam inisiatif rendah karbon untuk sektor migas pada era dekarbonisasi.
Direktur Technical Operations PT Migas Utama Jabar (Persero), Muhammad Sani berpendapat, penggunaan bahan bakar fosil turut berdampak terhadap kondisi udara di Jakarta belakangan ini.
Pada sisi lain, Sani berpendapat bahwa selama ini pengelolaan energi terus tersentralisasi alias ditentukan pemerintah pusat. “Sesuai dengan paradigma otonomi daerah, kalau kita lihat sebenarnya di daerah itu juga banyak potensi energi,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News