Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim menyatakan proses kepemilikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) untuk proyek energi baru terbarukan (EBT) membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk didapatkan pelaku usaha. Sedangkan saat ini Indonesia sedang ambisisus mengejar target penambahan kapasitas pembangkit hijau untuk mencapai net zero emission (NZE) di 2060.
Sebagai informasi, dokumen amdal merupakan suatu dokumen yang berisikan analisis mengenai dampak dari setiap tahapan kegiatan pertambangan terhadap lingkungan yang disusun oleh perusahaan dan selanjutnya akan di evaluasi oleh pemerintah.
“Saya sejak tahun lalu menjadi penilai amdal jadi saya perhatikan memang beberapa kali, kepengurusan (amdal) lama dan tidak ada target waktu. Jadi sebagai anggota DEN saya sudah sampaikan ke Ketua Harian yakni Menteri ESDM dalam sidang anggota DEN supaya dibicarakan untuk mempermudah dan mempercepat Amdal bagi EBT,” jelasnya saat ditemui di sela acara The 9th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition di Jakarta, Rabu (20/9).
Baca Juga: Dewan Energi Nasional Dukung Pemanfaatan Jargas untuk Tekan Impor LPG
Dia menceritakan, saat ini amdal untuk transmisi proyek panas bumi Ijen yang dijalankan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) belum kunjung didapat. Pengalaman lain, proyek PLTS di Hulu Rokan memerlukan amdal karena disebut sebagai perluasan proyek dari kegiatan eksisting (pengeboran migas) di sana.
“Chevron Hulu Rokan sudah punya amdal, kalau mau bangun proyek (energi terbarukan) dia harus amdal lagi. Ini yang saya usulkan ke Pak Menteri, misalnya orang mau bangun surya di lokasi yang sudah ada amdal, sampai berapa Megawatt tidak usah amdal lagi, dibebaskan saja gitu,” terangnya.
Herman menjelaskan, proses amdal yang lama ini seakan-akan kontradiksi dengan kebutuhan meningkatkan pembangkit hijau. Menurutnya, jika mau transisi energi diperlukan percepatan izin-izin terkait lingkungan.
Oleh karenanya, dirinya mengusulkan agar percepatan izin lingkungan seperti amdal, izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) tertuang dalam kebijakan khusus berupa Peraturan Presiden (Perpres).
Menurutnya, Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik belum cukup luas menaungi kebutuhan pengembangan EBT saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News