kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.959.000   13.000   0,67%
  • USD/IDR 16.394   -19,00   -0,12%
  • IDX 7.519   54,71   0,73%
  • KOMPAS100 1.061   11,43   1,09%
  • LQ45 797   8,95   1,14%
  • ISSI 254   0,43   0,17%
  • IDX30 415   3,56   0,86%
  • IDXHIDIV20 474   3,32   0,70%
  • IDX80 120   1,29   1,09%
  • IDXV30 124   0,84   0,69%
  • IDXQ30 133   1,35   1,03%

Deregulasi beleid minerba mulai disoal parlemen


Sabtu, 26 September 2015 / 13:07 WIB
Deregulasi beleid minerba mulai disoal parlemen


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Rencana pemerintah memperpanjang kontrak pertambangan dan kemudahan kepada perusahaan tambang raksasa nampaknya tidak akan mulus. Wakil rakyat dari partai oposisi mengkritik keras rencana ini.

Rencananya, pemerintah akan mengubah Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Ada dua poin yang hendak direvisi. Pertama perpanjangan kontrak yang sebelumnya hanya boleh diminta paling cepat dua tahun jelang kontrak berakhir atau paling lambat sebelum kontrak berakhir, kini diperpanjang jadi paling cepat 10 tahun, sebelum kontrak berakhir.

Kedua, pengaturan kewajiban divestasi saham yang semula ada di PP, diturunkan derajatnya hanya perlu aturan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

"Sesuai dengan Undang-Undang, ini harus konsultasikan dulu dengan kita (DPR), apa maksud dan tujuan revisi dari PP 77/2014 itu," tandas Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian kepada KONTAN Jumat (25/9). Mantan politisi PDI-Perjuangan ini curiga revisi cuma untuk mengakomodasi keinginan perusahaan tambang besar. "Pemerintah jangan sampai salah bertindak, aturan ini sudah sering kali direvisi," katanya.

Kritik pedas juga datang dari Kardaya Warnika, Ketua Komisi VII DPR RI yang juga dari Partai Gerindra. Ia menuding revisi PP hanya untuk mengakomodasi  keinginan PT Freeport Indonesia yang sejak dahulu meminta perpanjangan operasi dari 2021 menjadi 2041. "PP itu tak perlu direvisi, karena sudah memberi kepastian investasi," ujarnya.

Kritik pedas juga datang dari partai koalisi pemerintah. Kurtubi, anggota Komisi VII DPR dari Partai Nasdem yang juga pendukung pemerintah menilai, pemerintah salah persepsi bila merevisi PP 77/2014. Ia mengingatkan yang perlu di revisi bukan Peraturan Pemerintah, melainkan UU No. 4/2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (UU Minerba).

Dia menilai, dengan merevisi PP 77/2014 pemerintah akan kembali kepada rezim kontrak dengan perusahaan pertambangan. "Tata kelola Mineral dan batubara ini harus diluruskan dulu, dimana tidak ada lagi kontrak antara pemerintah dan perusahaan," jelasnya kepada KONTAN, (25/9).

Kurtubi menyebut perpanjangan permohonan izin usaha sama saja pemerintah menurunkan derajatnya menjadi sejajar dengan perusahaan asing. "Mustinya Kontrak Karya dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dihapus. Yang  membuat kontrak investor tambang itu harusnya BUMN di bidang tambang seperti Antam. Dilakukan secara bussines to bussines," ujarnya.

Senada dengan Kurtubi, Pengamat Pertambangan Simon Sembiring menilai, bila pemerintah memutuskan perpanjangan KK berarti melanggar UU Minerba. Ia mengingatkan, pemerintah harus menghormati kontrak sampai habis. "Kalau mengajukan sebelum habis kontrak, itu pidana," ujarnya.

Agar tidak terus jadi polemik, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Satya W. Yudha akan mengusulkan poin krusial perpanjangan kontrak dan kewajiban divestasi saham ini dalam amandemen Undang-Undang Mineral dan Batubara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×