Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di tengah upaya menggenjot penjualan saat pasar lesu, industri properti bersiap menerima tantangan baru. Yakni: rencana Kementerian Keuangan (Kemkeu) merevisi beleid Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM atas properti dari Rp 5 miliar menjadi mulai Rp 2 miliar.
Bak kena godam, para pengembang yakin, beleid ini akan menyurutkan lagi daya beli investor, masyarakat yang akan membeli rumah, ruko atau apartemen. Efek turunannya jelas: penjualan properti tersendat, pengembang pun harus menelan kekecewaan. "Beleid ini jelas mengakibatkan penjualan properti turun," tandas Harun Hajadi. Managing Director Ciputra Group, Selasa (15/9).
Survei Bank Indonesia (BI), kuartal I dan II 2015, secara berturut-turut terjadi perlambatan penjualan properti residensial. Kuartal I turun, penjualan turun 26,6% dibandingkan kuartal IV 2014. Adapun kuartal II lebih parah lagi, karena turun 10,8% dari kuartal I 2015. Perlambatan penjualan ini terjadi pada semua tipe rumah, utamanya untuk kelas menengah.
Dengan kinerja seperti itu, pertumbuhan penjualan tahun ini jauh di bawah rata-rata pertumbuhan penjualan dalam tiga tahun terakhir yakni 23,8% per tahun. Harun menyarankan, agar pemerintah mengenakan PPnBM adalah properti dengan harga minimal Rp 10 miliar. Sebab, properti dengan harga Rp 2 miliar bukan lagi kategori mewah yang layak kena PPnBM.
Ciputra Group semisal. Saat ini, perusahaan ini memiliki 30% properti yang menyasar kelas menengah dengan harga di kisaran Rp 400 juta hingga Rp 2 miliar. Adapun untuk kelas di atasnya, Ciputra memiliki 50% dari total propertinya dengan harga jual Rp 2,5 miliar–Rp 5 miliar.
Jopy Rusli, Direktur PT Lippo Karawaci Tbk justru minta agar pemerintah tidak mengenakan PPnBM properti. Pasalnya, properti sudah terkena pungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN. Dalam beleid yang berlaku saat ini, hunian seharga Rp 5 miliar kena Pajak Penghasilan (PPh) final 5%, PPN 10%, dan PPnBM 20%.
Jopy mengingatkan, kian besar tarif pajak, kian tipis penerimaan yang bisa diraup. "Lebih baik mengejar penerimaan pajak dari volume," ujarnya. Ali Tranghanda, Chief Operating Officer Indonesia Property Watch memprediksi beleid ini bakal memangkas penjualan properti hingga 60 di semester II tahun ini.
Ketua Real Estat Indonesia Eddy Hussy minta pemerintah mengajak pengembang untuk ikut merumuskan rencana kebijakan ini agar tak merugikan banyak pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News