kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.567.000   7.000   0,45%
  • USD/IDR 15.703   0,00   0,00%
  • IDX 7.574   4,17   0,06%
  • KOMPAS100 1.170   -1,95   -0,17%
  • LQ45 921   -3,22   -0,35%
  • ISSI 231   0,26   0,11%
  • IDX30 474   -2,28   -0,48%
  • IDXHIDIV20 568   -1,28   -0,23%
  • IDX80 133   -0,19   -0,14%
  • IDXV30 141   0,91   0,65%
  • IDXQ30 158   -0,72   -0,45%

Dewan Periklanan: Iklan 'peralihan' tidak etis


Rabu, 10 September 2014 / 17:52 WIB
Dewan Periklanan: Iklan 'peralihan' tidak etis
ILUSTRASI. KSPI akan mempersiapkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Yakni uji formil dan uji materiil UU Cipta Kerja.


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Ketua Panitia Penyempurnaan Etika Pariwara Indonesia (PPEPI) Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Hery Margono, menilai bahwa praktik intrusive advertising alias iklan peralihan tidaklah etis, seperti yang dilakukan oleh operator seluler di Indonesia, khususnya Telkomsel dan XL Axiata.

Menurut Hery, keberadaan iklan tersebut tidak hanya mengganggu masyarakat, tetapi juga merugikan pemilik media. Terlebih lagi, kini media harus bertanggung jawab atas semua konten dalam medianya.

"Intinya sebenarnya prinsip iklan seperti apa. Ini harus sama-sama dipahami. Iklan harus dibedakan antara iklan dan acaranya," ungkap Hery ketika, Rabu (10/9) seperti dikutip dari Kompas.com.

Khusus dalam kasus yang melibatkan Telkomsel dan XL Axiata, media tempat mereka beriklan tidak mengetahui keberadaan iklan tersebut. Padahal, dalam aturan baru yang dibuat PPEPI bersama IDA, media harus bertanggung jawab terhadap semua yang ditampilkan dalam situsnya.

"Etikanya, orang yang memasang iklan harus izin. Makanya, dalam aturan baru itu, kita atur juga semua penayangan harus mendapat persetujuan. Karena apa? Kalau tidak, media harus bertanggung jawab," ucap Hery.

Selain kasus yang tengah hangat tersebut, menurut Hery, secara umum, iklan dalam bentuk intrusive tidak etis. Selain karena tidak izin dan tidak mempertimbangkan kepentingan pemilik media, pengguna media juga terganggu.

"Apalagi, sekarang ada yang muncul (tombol) 'skip'-nya lama. Orang, masyarakat, pasti terganggu. Mereka mau melihat berita, pasti terganggu. Iklan harus dibedakan dengan bagian dari berita. Sekarang, antara iklan dan bagian dari berita tidak bisa dibedakan. Yang penting, bentuk apa pun harus izin," katanya.

Iklan peralihan ini umumnya mempunyai dua bentuk, yakni interstitial ads dan offdeck ads. Jenis yang pertama biasanya ditayangkan dalam satu layar penuh sebelum pengguna masuk ke halaman situs yang dituju. Sementara itu, offdeck ads merupakan format iklan yang disisipkan di bagian atas halaman sebuah situs. (Tabita Diela)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×