Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini
BATANG. Dewan Teh Indonesia (DTI) bersama National Reference Group (NRG) meluncurkan sertifikasi teh nasional yang diberi nama "Sertifikat Teh Lestari (Sustainable Certificate)". Sertifikat ini bertujuan untuk menstandardisasi teh dalam negeri, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing di pasar Internasional.
Rachmat Gunadi, Ketua Bidang Industri DTI, mengatakan target utama sertifikasi ini adalah kalangan petani kecil (smallholder). Selama ini, teh perkebunan rakyat memiliki kualitas yang beragam. Akibatnya, teh milik petani sulit bersaing untuk pasar ekspor. "Harganya pun masih murah," ujar Rachmat, di sela peluncuran Sertifikasi Teh Lestari, di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Kamis (31/3).
Dengan adanya sertifikasi ini, kualitas teh rakyat akan meningkat karena petani mendapat pelatihan dan pendampingan bagaimana cara menanam dan memetik teh yang tepat. Efeknya, teh produksi petani menjadi lebih laku di pasaran baik domestik maupun ekspor. "Kesejahteraan petani pun sangat mungkin naik," kata Rachmat.
Sertifikasi ini tidak hanya memberi standar kualitas teh tapi juga aspek keberlangsungan produksi teh. Endang Sopari, Wakil Ketua Asosiasi Petani Teh Indonesia (Aptehindo) berpendapat, kesejahteraan petani selama ini kurang baik akibat harga yang terlampau murah.
Harga teh di tingkat petani hanya berkisar Rp 1.600-Rp 1.700 per kilogram (kg). Bahkan, di Jawa Tengah harga teh hanya Rp 1.250 per kg. "Saat panen raya bisa lebih jatuh menjadi Rp 800/kg," ujar Endang kepada KONTAN.
Sertifikasi Teh Lestari ini sendiri masih dalam proyek percontohan (pilot project) yang baru diberlakukan di empat kabupaten yaitu Kabupaten Batang Jateng, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung Barat (Jabar). DTI sendiri belum menetapkan biaya untuk mendapatkan sertifikasi teh lestari ini karena dalam tahap penelitian. Namun, diperkirakan biaya pembuatannya tidak akan lebih dari Rp 15 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News