Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kembali menarik perhatian publik. Kali ini lantaran TKDN masuk dalam salah satu poin negosiasi tarif resiprokal antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.
Sebelumnya, Presiden AS Donald J. Trump memangkas tarif resiprokal yang akan dikenakan untuk produk asal Indonesia dari 32% menjadi 19%. Merujuk fact sheet yang termuat di whitehouse.gov, ada sejumlah poin perjanjian perdagangan AS - Indonesia.
Salah satunya, pemerintah AS menyampaikan bahwa Indonesia akan mengatasi berbagai hambatan non-tarif. Di antaranya dengan membebaskan perusahaan-perusahaan AS dan barang-barang asal AS dari persyaratan lokal konten.
Baca Juga: Tantangan Utama Kesepakatan RI-AS, Kebijakan TKDN Lebih Berpihak ke Perusahaan AS
Pemerintah pun buka suara. Merujuk pemberitaan KONTAN, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan kebijakan bebas TKDN tidak berlaku untuk seluruh produk AS yang akan masuk ke Indonesia.
Airlangga menyebutkan, persyaratan bebas konten lokal atau TKDN ini hanya terbatas pada produk teknologi informasi dan komunikasi (ICT), pusat data (data center), serta komponen alat kesehatan.
"Tetap harus memenuhi peraturan impor yang ditetapkan oleh kementerian teknis, serta mengacu pada pengakuan sertifikasi dari otoritas kesehatan seperti FDA (Food and Drug Administration)," ujar Airlangga dalam konferensi pers, Kamis (24/7/2025).
Pada kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan sertifikat TKDN hanya diwajibkan dalam dua konteks. Pertama, jika produk tersebut ingin masuk dalam belanja negara seperti APBN, APBD, atau BUMN.
Kedua, jika regulasi secara spesifik mewajibkan nilai TKDN, seperti pada izin edar. "Jadi kalau ada permintaan dari AS soal TKDN, ya perlu dilihat dulu konteksnya. Bisa jadi memang mereka tidak memerlukannya karena tidak masuk dalam dua kategori itu,” ungkap Agus.
Baca Juga: Menko Airlangga: Kebijakan Bebas TKDN Tak Berlaku untuk Seluruh Produk AS
Namun, Agus menekankan bahwa negosiasi detail terkait kebijakan ini masih berlangsung antara kedua pemerintah. Agus meminta agar para pelaku industri bersabar hingga kesepakatan final tercapai.
Catatan Ekonom dan Pelaku Industri
Head of Center Industry, Trade and Investment Intitute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai persoalan negosiasi tarif dengan AS ini bisa menjadi momentum untuk mereformasi kebijakan TKDN. Hanya saja, reformasi TKDN perlu dilakukan secara hati-hati.
Sebab, kebijakan TKDN perlu menyeimbangkan pengembangan industri manufaktur di dalam negeri serta strategi untuk menarik investasi. Setiap sektor industri memiliki karakteristik dengan tantangan dan kebutuhan yang berbeda, sehingga TKDN bisa saja diubah menjadi skema lain yang lebih cocok untuk industri tersebut.
"Harapannya kita bisa mereformasi TKDN, bukan hanya fokus kepada perjanjian antara Indonesia dan AS. Harapannya kita juga bisa menarik investasi asing, khususnya di sektor-sektor teknologi tinggi," kata Andry saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (24/7).
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak pada kebijakan perdagangan yang eksklusif. Jika pemerintah akan memberikan pelonggaran, maka relaksasi TKDN semestinya diberikan secara umum kepada semua negara, bukan hanya kepada AS.
Nailul mengingatkan, relaksasi TKDN mesti dilakukan secara cermat. Bagi sektor industri yang produksinya sudah bisa di dalam negeri, maka tidak diperlukan relaksasi. Sebaliknya, relaksasi TKDN bisa diberikan untuk produk yang belum bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Baca Juga: Tarif 0% Bukan Bebas Aturan! Menperin Tegaskan TKDN Masih Berlaku untuk Produk AS
Nailul mencontohkan produk teknologi tinggi dan beberapa kategori produk alat kesehatan. Namun, pemerintah juga mesti mempertimbangkan perusahaan yang sudah menanamkan investasi untuk membangun pabrik manufaktur di Indonesia.
Bagi perusahaan atau negara yang sudah berinvestasi di Indonesia, relaksasi TKDN bisa saja dianggap tidak memberikan perlakuan yang setara. "Maka TKDN tetap perlu dipertahankan namun aturannya perlu direlaksasi. Misalkan perusahaan harus membangun manufaktur dalam jangka waktu tertentu," ungkap Nailul.
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) Budi Setiyadi menyoroti hal serupa. Budi mengungkapkan dalam beberapa tahun terakhir, pelaku industri sepeda motor listrik telah menanamkan investasi untuk membangun manufaktur di dalam negeri.
Pelaku industri sepeda motor listrik juga siap untuk memenuhi ketentuan TKDN dari 40% menjadi 60% pada tahun depan. Apalagi, produsen sepeda motor listrik juga mengembangkan ekosistem manufaktur melalui kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), sehingga bisa menggulirkan multiplier effect.
"Jadi kalau tiba-tiba TKDN nggak jadi pertimbangan lagi, ya kasian, karena industri sekarang sudah mulai bergerak. Ini kan juga harapan pemerintah. Industri tumbuh, kemitraan dengan UMKM berjalan," kata Budi.
Baca Juga: Pabrikan Mobil Jepang Curhat ke Menperin Soal Penurunan Penjualan Hingga TKDN
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) Yohanes P. Widjaja memberikan catatan bahwa penelusuran bahan baku yang dipergunakan sampai dengan level tiga akan membuat nilai TKDN sulit naik. Sebab, level tiga sudah pada posisi bahan baku, yang mana sebagian masih impor.
"Perlu juga pemeriksaan pada industri, apakah benar-benar melakukan produksi dalam mendapatkan TKDN, karena ada juga yang hanya packaging dan mendapatkan TKDN," kata Yohanes.
Sedangkan Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Rachmad Basuki menyoroti perlunya insentif bagi industri yang memenuhi TKDN dengan nilai tinggi. "Idealnya TKDN berdasarkan insentif agar produk yang dihasilkan dengan TKDN tinggi bisa lebih murah dibandingkan dengan produk yang tidak ber-TKDN," tandas Rachmad.
Selanjutnya: Subaru Forester Hadir di Asia Tenggara, Bawa Jok Anti Pegal & Fitur Keamanan Canggih
Menarik Dibaca: Strategi dan Teka-Teki: Dua Sisi Baru Dunia Pokemon
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News