Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai kebijakan Amerika Serikat yang mengenakan tarif tinggi terhadap tekstil dan produk tekstil (TPT) asal Indonesia menjadi ancaman serius bagi kelangsungan industri dalam negeri.
Meski tarif untuk China dan Vietnam lebih tinggi, posisi Indonesia tetap tidak menguntungkan karena kalah bersaing dengan negara seperti India dan Pakistan yang mendapat tarif lebih rendah.
"Tambahan tarif ini tentu mengurangi daya saing kita secara signifikan. Bahkan, kita akan sangat kesulitan untuk bersaing dengan produk lokal AS meskipun kapasitas produksi TPT mereka terbatas," ujar Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta dalam keterangan tertulis kepada Kontan, Minggu (20/4).
Redma menjelaskan, selama ini AS merupakan salah satu pasar utama ekspor benang dan kain dari Indonesia, termasuk benang filamen yang diproduksi oleh anggota APSyFI. Namun, ruang ekspor semakin sempit sejak 2021 akibat praktik transhipment dari China yang membuat AS mengenakan tarif anti-dumping.
"Sekarang hanya sedikit anggota kami yang masih bisa ekspor ke AS," tambahnya.
Baca Juga: Imbas Tarif Impor Trump, Industri TPT Dunia Bisa Oversupply & Banjiri Pasar Domestik
Dari sisi dampak, penurunan pesanan sudah mulai terasa meski belum terlalu besar karena ada masa penyesuaian selama 90 hari. Namun, gangguan produksi justru lebih dipicu oleh banjirnya pasar domestik oleh barang impor murah, bukan hanya karena penurunan ekspor.
Menurut Redma, tanpa adanya tarif baru pun, sektor TPT nasional saat ini sudah sangat tertekan. Karena itu, APSyFI mendesak pemerintah untuk lebih serius membela dan membenahi industri padat karya yang memiliki nilai tambah tinggi ini.
"Pemerintah yang sudah abai selama 10 tahun ini harus hadir dengan kebijakan yang konkret. Bukan hanya soal tarif dari AS, tapi juga membenahi hulu-hilir industri dalam negeri," katanya.
Salah satu hal mendesak menurut APSyFI adalah menjaga pasar domestik dari serbuan barang impor murah akibat oversuplai global. “Pasar dalam negeri harus bisa jadi jaminan bagi produk nasional. Tapi sebelum itu, pemerintah harus bersih dari oknum pejabat yang punya kepentingan terhadap impor,” ujar Redma.
Ia menyebut, selama ini pola pikir sebagian pembuat kebijakan justru masih berpihak pada pelonggaran impor ketimbang perlindungan industri nasional. APSyFI berharap langkah serius diambil, mulai dari regulasi, pengawasan, hingga insentif yang bisa menjaga keberlangsungan sektor TPT dalam jangka panjang.
Baca Juga: APSyFI: Kebijakan Tarif Impor AS Bisa Jadi Peluang Industri TPT, Asal Lakukan Ini
Selanjutnya: Indocement (INTP) Catat Penjualan Semen 3,9 Juta Ton di Kuartal I 2025
Menarik Dibaca: Manfaat Konsumsi Kunyit untuk Mengobati Asam Lambung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News