kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.910.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

APSyFI: Kebijakan Tarif Impor AS Bisa Jadi Peluang Industri TPT, Asal Lakukan Ini


Jumat, 04 April 2025 / 19:13 WIB
APSyFI: Kebijakan Tarif Impor AS Bisa Jadi Peluang Industri TPT, Asal Lakukan Ini
ILUSTRASI. Ekspor produk tekstil dan produk tekstil (TPT) ke Amerika Serikat (AS) masih tetap bisa dilakukan dengan tarif rendah jika menggunakan minimal 20% bahan baku dari AS.


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Merespons pemberlakukan tarif resiprokal yang secara resmi dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia, Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) membeberkan skenario yang bisa dijadikan mitigasi untuk menjaga kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia ke AS.

Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan ekspor produk TPT ke AS masih tetap bisa dilakukan dengan tarif rendah jika menggunakan minimal 20% bahan baku dari AS.

“Jadi kalau kami menggunakan minimal 20% local content-nya dari bahan baku yang kami ekspor, kami bisa mendapatkan pemotongan tarif. Nah ini sebetulnya yang bisa kita gunakan untuk menjaga kinerja ekspor ke Amerika,” terang Redma dalam konferensi pers daring, Jumat (4/4).

Redma bilang, mengingat AS tidak bisa menyediakan benang dan kain maka dalam hal ini Indonesia harus lebih banyak menggunakan kapas AS yang dapat dikombinasikan dengan serat polyester dan rayon dalam negeri.

Baca Juga: Dikecualikan Tarif Resiprokal, Ekspor Hilirisasi Nikel & Bauksit ke AS Bisa Digenjot

Kapas yang telah dikombinasikan tersebut kemudian dipintal dan ditenun/dirajut di dalam negeri, sehingga akan memperbaiki kinerja TPT nasional secara keseluruhan dari hulu sampai hilir dan sekaligus menekan laju importasi barang jadi.

Redma bilang, dulu sebelum Indonesia banyak dibanjiri oleh produk impor berupa benang, kain dan pakaian jadi, industri TPT banyak menggunakan impor kapas AS sebesar US$ 300 juta. Tetapi saat ini hanya sebesar US$ 140 juta.

Sebab Indonesia justru mengimpor benang, kain, dan garment senilai US$ 6,5 miliar dari China yang kemudian malah mematikan industri TPT dalam negeri karena bersaing dengan tidak sehat, mengakibatkan utilisasi mesin produksinya hanya sekitar 45%.

Bahkan untuk industri pemintalan, dahulu Indonesia punya kapasitas 12 juta mata pintal terpasang, saat ini hanya 4 juta mata pintal yang terpasang.

“Artinya kita terlalu banyak impor kain dari negara lain, termasuk impor pakaian jadinya. Jadi kalau kita bisa menormalkan lagi industri dari hulu ke hilir, kebijakan Trump ini bisa jadi peluang,” kata Redma.

Redma berharap pemerintah segera melakukan negoisasi terkait strategi menurunkan defisit perdagangan (trade deficit) AS.

“Kami mendorong pemerintah melakukan negosiasi reciprocal dengan AS agar kita bisa mengimpor lebih banyak kapas sebagai trade off sekaligus mendorong importasi produk-produk AS yang tidak dapat kita produksi,” imbuhnya.

Baca Juga: Dampak Tarif Resiprokal AS, Impor RI Berkurang 2,83%, Ekspor Turun 2,22%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×