kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dibayangi rugi dan beban utang tinggi menjadi lampu kuning bagi BUMN konstruksi


Minggu, 11 April 2021 / 18:41 WIB
Dibayangi rugi dan beban utang tinggi menjadi lampu kuning bagi BUMN konstruksi
ILUSTRASI. Proyek konstruksi yang dikerjakan Wijaya Karya (WIKA) di luar negeri.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

Pengamat pasar modal Teguh Hidayat mengamini pandemi covid-19 memperparah kondisi keuangan BUMN Karya. Setelah dalam lima tahun belakangan, BUMN Karya sangat masif mengerjakan penugasan infrastruktur pemerintah.

Alhasil, BUMN Karya pun membutuhkan suntikan dana jumbo yang diperoleh mulai dari penyertaan modal, utang konvensional kepada perbankan dan obligasi, right issue, hingga sekuritisasi. 

Teguh memberikan gambaran, pada periode hingga 2014, aset Waskita Karya hanya sekitar Rp 10 triliun hingga belasan triliun. Lalu, total aset Waskita pun melesat lebih dari Rp 100 triliun. Pada tahun 2020 total aset WSKT tercatat Rp 105,58 triliun.

"Sebagian besar isinya utang. Sebelum ada pandemi, kondisi itu sebenarnya nggak terlalu masalah. Ketika proyek selesai tepat waktu, pendapatan lancar dan bisa membayar utang. Tapi karena pandemi, proyek tertunda, pembayaran sulit, cicilan utang harus terus jalan," terang Teguh.

Lampu Kuning DER

Dihubungi terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P. G. Talattov menilai ada sejumlah catatan yang membuat merahnya kinerja BUMN karya pada tahun lalu, selain karena pandemi.

Pertama, piutang dari pihak ketiga yang belum terbayarkan. Hal ini signifikan membebani arus kas BUMN karya. Abra memberikan contoh Waskita Karya yang memiliki total piutang mencapai Rp 11,35 triliun pada tahun lalu. Meningkat dari tahun 2019 yang sebesar Rp 9,8 triliun.

Baca Juga: Kementerian BUMN sebut penyaluran kredit bank pelat merah tumbuh pada awal tahun ini

Abra menghitung, rasio piutang terhadap pendapatan Waskita pada tahun 2020 meningkat lebih dari dua kali lipat. Pada 2019, rasio piutang terhadap pendapatan sebesar 30,77%. Pada tahun lalu melesat jadi 70,12%.

"Itu sangat berat ketika pendapatan menurun. Kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek pun semakin berat, apalagi melahirkan biaya-biaya baru," kata Abra saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (11/4).

Kedua, skema serah terima kunci alias turnkey project yang berpengaruh terhadap arus kas perusahaan. Menurut Abra, mesti ada renegosiasi sehingga skema kontrak menjadi progress project. "(Turnkey project) dia baru bisa mendapatkan pembayaran ketika proyek-proyek itu selesai. Sebaiknya ketika ada progres, dilakukan pembayaran," sambung Abra.

Hal penting yang mesti diwaspadai, sambung Abra, ialah meningkatnya rasio utang dibandingkan pendapatan kotor dan ekuitas alias debt to equity ratio (DER). Kata dia, untuk perusahaan yang sudah go public, DER yang wajar adalah 2 kali atau lebih. "Secara umum (risiko) DER 3 itu medium to high, 4 itu tinggi," sebutnya.

Setiap bank pun memiliki syarat DER tertentu dalam memberikan pinjamannya. Jika DER melewati batas covenant, konsekuensinya perusahaan akan sulit melakukan restrukturisasi atau refinancing dalam mengajukan pinjaman baru.




TERBARU

[X]
×