Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro menegaskan pihaknya akan menindak tegas perusahaan penggemukan sapi (feedlot) yang diketahui menggunakan obat hewan terlarang untuk memacu pertumbuhan ternaknya.
Menurut, dari hasil audit reguler yang pemerintah lakukan terhadap perusahaan penggemukan sapi ditemukan ada yang positif menggunakan obat hewan beta agonist 2, sebagai pakan starter, grower dan finisher.
Dengan hasil audit tersebut, tambah Sukur Iwantoro, pihaknya telah meminta feedlot untuk mengklarifikasi, apakah ada unsur kesengajaan atau tidak.
"Saya tidak akan segan untuk menindak mereka. Kalau bandel kita tutup," ujarnya, Rabu (27/5).
Sebagai tindak lanjut, pemerintah telah meminta perusahaan penggemukan sapi untuk menandatangani beberapa komitmen yakni tidak menggunakan lagi obat hewan yang telah dilarang serta feedlot wajib memiliki standar operasional prosedur (SOP) pengawasan internal dan eksternal.
Jika ada yang melanggar, Syukur menegaskan, pemerintah tidak segan mencabut izin usaha. Sikap tegas pemerintah yang melarang penggunaan obat hewan beta agonist 2 ini karena bisa membahayakan bagi keamanan pangan.
Sebelumnya hasil monitoring dan surveilans yang dilakukan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) pada Maret 2015 masih ditemukan perusahaan penggemukan sapi yang menggunakan obat hewan jenis beta agonist 2 (Clenbuterol/Salbutamol) dalam pakan sapi potong, baik dalam feed additive maupun pakan ternak.
Beberapa perusahaan feedlot yang disinyalir menggunakan obat hewan terlarang tersebut yakni PT. GP, PT. ISM, PT. LAT, PT. TUM, PT. EI, PT. NTF, PT. GCL, PT. CMT, PT. WMP dan PT . RAI.
Obat-obatan yang masuk dalam kelompok beta agonist 2 tersebut yakni, Salbutamol, Clenbuterol, Albutamol, Salmoterol, Farmoterol, Cimaterol dan Zilpaterol.
Padahal pemerintah telah melarang penggunaan obat-obatan tersebut karena tidak terdaftar, juga berbahaya dan tidak aman bagi hewan, manusia dan lingkungan.
Pelarangan penggunaan obat hewan tersebut setelah terbitnya surat edaran Dirjen Peternakan, Kementerian Pertanian Nomor 30059/HK.340/F/11/2011 tanggal 30 November 2011 mengenai pelarangan peredaran dan penggunaan obat-obatan kelompok beta agonist 2 dan turunannya di Indonesia.
Pelarangan pemerintah tersebut dilandasi Undang-undang No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam Pasal 50 ayat 1 menyatakan setiap orang dilarang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia yang mengakibatkan terjadinya residu pada produk hewan tersebut.
Menunggu hasil Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo), Joni Liano mengatakan, penggunaan obat hewan kelompok beta agonist 2 masih dugaan. Oleh karena itu, pihaknya menunggu hasil uji laboratorium.
"Tidak mungkin perusahaan menggunakan obat yang dilarang, karena menyangkut investasi yang besar dalam usaha penggemukan sapi," katanya.
Menurut Joni, pemerintah sudah mengatur dalam penggunaan obat hewan, bahkan sudah ada daftar obat-obat hewan yang mendapat izin penggunaannya.
Salah satunya, obat hewan raktofamin yang berfungsi untuk membantu mengubah lemak menjadi daging.
"Di luar obat yang tidak terdaftar pemerintah tersebut dilarang untuk diberikan ke ternak," katanya.
Untuk mencegah penggunaan obat terlarang, Apfindo telah meminta anggotanya melakukan audit menyeluruh semua fasilitas produksi tiap empat bulan sekali.
Audit tersebut baik kandungan pakan ternak dan kualitas daging, serta melakukan uji laboratorium.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News