Reporter: Mona Tobing | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah bersikeras akan mempertahankan kebijakan impor produk pertanian, meski telah dilaporkan Amerika Serikat dan Selandia Baru ke forum World Trade Organization (WTO). Namun, pemerintah enggan membuka keran impor lebih deras.
Syukur Iwantoro, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengatakan, Indonesia akan bertahan pada sikap untuk membatasi impor. Harga mati Indonesia adalah mempertahankan jumlah peternak rakyat saat ini.
"Kami sedang berusaha untuk meningkatkan produktivitas agar pemenuhan kebutuhan dalam negeri tercapai. Impor itu hanya penyanggah sementara. Kami akan hadapi gugatan dan bertahan untuk menolak gugatan mereka," tandas Syukur pada hari ini (13/5).
AS dan Selandia Baru mengajukan sengketa karena Indonesia melarang impor produk pertanian seperti buah, sayuran, dan produk peternakan yaitu daging. Mereka telah mengajukan permohonan pembentukan panel penyelesaian sengketa WTO. Langkah tersebut memicu negara lain untuk bergabung dalam panel penyelesaian sengketa WTO.
Praktis, Indonesia akan menghadapi lima negara tambahan terkait pembatasan produk impor pertanian. Kelima negara tersebut adalah Uni Eropa, Tiongkok, Kanada, Australia dan Thailand mempersoalkan dua hal.
Pertama untuk produk hortikultura yakni sayuran dan buah adanya larangan impor buah masuk saat musim panen raya tengah berlangsung di Indonesia.
Kedua, larangan dan pembatasan impor daging sapi. Larang tersebut berupa produk sapi jeroan, karkas, daging unggas. Impor hanya diizinkan jika pada kondisi yang entitas mengimpor telah menyerap daging dari rumah potong lokal.
Seperti dipublikasikan Kantor Perwakilan Perdagangan AS, para petani dan peternakan Negeri Paman Sam menilai, kebijakan pembatasan impor Indonesia secara tidak adil membatasi kesempatan para petani dan peternak untuk mengekspor produk kelas dunia mereka ke pasar Indonesia yang besar dan berkembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News