kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dilema produsen batubara penuhi 25% DMO versus daya serap yang minim


Rabu, 11 September 2019 / 19:17 WIB
Dilema produsen batubara penuhi 25% DMO versus daya serap yang minim
ILUSTRASI. Bongkar muat batubara


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

Begitu pun dengan besaran persentase DMO. Menurut Hendra, dengan produksi batubara pada tahun ini yang diprediksi akan kembali melebihi target awal, besaran DMO 25% juga tak relevan. "Tingkat produksi meningkat, sementara pembaginya, serapan domestik nngak bertambah, jadi besaran DMO mungkin lebih kecil (dari 25%)," ujar Hendra.

Memang, pemerintah memberikan ruang bagi perusahaan yang tidak mendapatkan pasar dengan skema transfer kuota. Melalui skema transfer kuota, perusahaan yang belum memenuhi kewajiban DMO 25% bisa membeli kuota kepada perusahaan yang pasokan DMO-nya sudah melebihi 25%.

Baca Juga: DPR mendukung penuh BKPM jadi Kementerian Investasi

Namun, Hendra menegaskan bahwa skema tersebut masih terganjal sejumlah kendala. Selain karena jumlah perusahaan dan jumlah kuota yang bisa ditransfer tidak berimbang, tren penurunan harga membuat skema transfer kuota menjadi lebih sulit dilakukan.

Apalagi, tidak ada patokan harga yang jelas, karena berdasarkan business to business. "Jadi transfer kuota terhambat. Bagaimana mau beli (kuota), harga aja terus turun," ungkap Hendra.

Kondisi tersebut menjadi tantangan serius bagi pemerintah yang ingin menambah porsi penyerapan batubara di dalam negeri. Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa pemerintah mulai memprioritaskan pasokan batubara ke dalam negeri.

Baca Juga: Panas lagi, PLN & produsen batubara kembali berseteru soal harga patokan DMO

"Lima tahun yang lalu, kami lebih suka mengekspor batubara untuk mendapatkan pajak, tapi sekarang, secara perlahan namun pasti, kami mulai memprioritaskan kebutuhan domestik" terang Bambang beberapa waktu lalu.

Ia mengklaim, sejak tahun 2011 hingga tahun 2017, pasar domestik terus meningkat. Bambang bilang, serapan domestik telah bertumbuh sekitar 27% setiap tahunnya.

Pada tahun ini, Bambang mengatakan bahwa pihaknya menargetkan pertumbuhan untuk pasar domestik sebanyak 60%. "Pada tahun 2019 kami berharap untuk pasar domestik meningkat sebesar 60%," ujarnya.

Baca Juga: Tahun 2020, Kementerian ESDM bangun Politeknik Energi di Prabumulih

Adapun, pada tahun lalu, realisasi serapan batubara domestik hanya menyentuh angka 115,09 juta ton atau meleset dari target yang ditetapkan sebesar 121 juta ton.

Dari realisasi DMO sebesar 115,09 juta ton itu, sebesar 91,14 juta ton diserap untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sebanyak 1,75 juta ton untuk industri metalurgi, sebesar 22,18 juta ton untuk industri pupuk, semen, tekstik dan kertas, serta 0,01 juta ton digunakan untuk briket.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×