kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dinilai bisa menghambat ekspor alas kaki, Aprisindo tolak kenaikan UMSK tahun 2020


Kamis, 14 November 2019 / 16:55 WIB
Dinilai bisa menghambat ekspor alas kaki, Aprisindo tolak kenaikan UMSK tahun 2020
ILUSTRASI. Suasana di pabrik alas kaki PT Sepatu Cemerlang Kreasi di Banten, Kamis (28/4). Aprisindo tolak kenaikan UMSK tahun 2020 karena dinilai menganjal industri padat karya berorientasi ekspor. KONTAN/Muradi/28/04/2011


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID -  ​JAKARTA. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menolak adanya Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) tahun 2020 karena penambahan upah tersebut bakal semakin memberatkan industri padat karya berorientasi ekspor. 

Sebelumnya pada 1 November 2019, sejumlah Pemerintah Provinsi di Indonesia menetapkan serentak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di daerahnya. Penetapan tersebut mengacu pada dasar perhitungan sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan serta Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019. 

Baca Juga: PLTGU Jawa 1 jadi andalan PLN, Pertamina berhasil melakukan switching energi

Dengan mengacu pada perhitungan tersebut upah minimum ditetapkan naik sebesar 8,51% dari tahun 2019. 

Ketua Umum Aprisindo Firman Bakri menyatakan UMSK selama ini menjadi beban tambahan bagi industri khususnya padat karya dan berorientasi ekspor. Beban tersebut mengakibatkan industri tidak berdaya saing. 

"Kami akan menindaklanjutinya dengan membangun komunikasi dengan pemerintah daerah setempat, di antaranya DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (11/11). 

Firman mengungkapkan Aprisindo akan meminta supaya sektor padat karya berorientasi ekspor tidak dikenakan UMSK. Sebab di negara lain seperti Vietnam, ekspornya mampu bergairah karena ditopang UMSK yang tumbuhnya tidak sedrastis di Indonesia. 

Melansir data yang dilampirkan Aprisindo, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, upah minimum di Indonesia merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan China dan Vietnam.

Baca Juga: Dubes RI dorong pebisnis optimalkan besarnya pasar China

Kenaikan upah minimum  Indonesia dalam lima tahun terakhir sebesar 37,95% dibandingkan dengan China hanya 17,5% dan Vietnam sebesar 26%. 

Firman menyampaikan penetapan UMSK dilakukan berdasarkan kesepakatan antara serikat dan asosiasi sehingga acapkali prosedur ini mengganggu hubungan antara perusahaan dan pekerja. 

Pada 2019, industri alas kaki tengah mengalami tekanan dari luar maupun dari dalam yang mengganggu pasar ekspor dan dalam negeri. Sehingga dengan penambahan beban UMSK berdampak pada tekanan yang semakin besar. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×