Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Hal itu senada dengan apa yang diharapkan oleh produsen listrik swasta. Juru bicara Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Rizal Calvary menyebut, pihaknya masih menuggu reaksi dan masukan dari para investor.
“Mudah-mudahan bisa dipahami bahwa kebijakan ini hanya sementara. Kalau dari IPP sih berharap begitu (sama sekali tidak ada penundaan),” kata Rizal.
Sementara, Sekretaris Jenderal Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Heru Dewanto megnatakan, adanya penurunan besaran penundaan dari 15.200 MW menjadi 4.640 MW tersebut menjadi indikasi bahwa pemerintah mendengar masukan dari dunia swasta.
Sebabnya, jika penundaan proyek kelistrikan hanya terkait soal pelemahan kurs rupiah, langkah itu bisa menjadi salah kaprah. Heru menyebut, infrastruktur kelistrikan adalah proyek jangka panjang, sedangkan persoalan kurs rupiah adalah jangka pendek.
Jadi, persoalan jangka pendek harusnya dicarikan solusi jangka pendek, begitu juga sebaliknya. Apalagi, Heru bilang, penundaan proyek kelistrikan setidaknya bisa menimbulkan dua implikasi serius, yakni secara legal dan komersial.
“Kalau proyek yang sudah kontrak dimundurin, pasti ada implikasinya, bergantung kontrak. Kalau komersial, saat proyek ditunda, pasti ada implikasi ke biaya konstruksi, dan sebagainya, karena nanti harga berubah,” jelas Heru.
Karenanya, ia berharap tidak akan ada penundaan, apalagi untuk proyek yang sudah teken kontrak. “Kita senang karena pemerintah mendengarkan masukan, dan terus mengurangi proyek yang ditunda. Mudah-mudahan makin lama nggak ada yang ditunda,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News