Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - PT PLN (Persero) menanggapi santai surat Menteri Keuangan yang menyebut adanya resiko gagal bayar terhadap pinjaman yang dilakukan oleh PLN untuk membiayai Program 35 GW. Beberapa faktor pemicunya karena penjualan listrik PLN yang mengalami pelambatan dan tarif listrik yang ditetapkan tidak naik hingga akhir tahun ini.
Direktur Utama PLN, Sofyan Basir menganggap wajar pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam surat yang dikirimkan untuk Menteri BUMN dan Menteri ESDM tersebut. Pasalnya saban tahun Menteri Keuangan memang selalu mengingatkan PLN untuk berhati-hati menjaga rasio utang.
"Memang biasa begitu. Cuma biasa lisan, hati-hati ya pak Dirut jangan sampai nanti ada rasio turun dari 1,5. Sudah begitu saja," ujar Sofyan ketika ditemui di Kementerian ESDM pada Rabu (27/9).
Sofyan mengaku pemberi pinjaman seperti World Bank dan Asian Development Bank (ADB) memang mensyaratkan adanya Debt Service-Coverage Ratio (DSCR) harus 1,5 kali dari pendapatan. Ini berarti kewajiban cicilan dan bunga harus didukung dengan 1,5 pendapatan yang harus dilaporkan oleh PLN kepada World Bank dan ADB di akhir tahun.
Di sisi lain Sofyan mengklaim PLN memiliki plafon utang sekitar Rp 30 triliun yang bisa dibayar setiap saat. Sementara itu total utang PLN mencapai sekitar Rp 300 triliun sampai 30 tahun ke depan.
"Dan itu utang kalau jatuh tempo kami perpanjang juga bisa, sama saja kaya di bank. PLN ini bonafide, ratingnya luar biasa, dijamin pemerintah, takut apa kalian?" tegasnya.
Dengan begitu Sofyan bilang kondisi keuangan PLN aman-aman saja dan tidak ada masalah. "Ketentuan DCR itu adanya hanya di World Bank dan ADB dan itu angkanya lebih kurang Rp 10 triliun. Kami pinjam Rp 300 triliun. Apa persoalannya? Uang bank dalam negeri saja Rp 100 triliun lebih. Aman-aman saja, tenang-tenang saja,"imbuh Sofyan.
Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto menambahkan PLN masih memiliki ruang yang cukup besar untuk melakukan pinjaman. Pasalnya ekuitas PLN hampir mencapai Rp 900 triliun.
"Artinya tiga kali lipat dari itu bisa utang, tapi kami akan menyesuaikan kebutuhan dana kami," kata Sarwono.
Sarwono juga bilang selama tiga tahun terakhir ini tambahan utang PLN hanya Rp 58 triliun tapi investasi yang sudah dibayar PLN mencapai Rp 71 triliun.
Begitu pula dengan seluruh pinjaman PLN pada tahun ini pun telah dibayar. "Semua sudah kami bayar. Kami bayar hampir Rp 10 triliun yang global bond, working capital, tidak ada masalah kami,"jelas Sarwono.
Di sisi lain, Sofyan juga bilang PLN masih memiliki subsidi tagihan tahunan yang bisa ditagih oleh perseroan. "Kami punya subsidi tagihan tahun tertunda ada Rp 18 trilun, yang tahun ini ada Rp 51 triliun, orang kaya PLN itu,"tegasnya.
Sementara itu, terkait pelambatan penjualan listrik, Sofyan bilang memang terjadi pelambatan penjualan listrik yang hanya mencapai sekitar 2% pada Agustus 2017 karena selama 10 hari libur Lebaran terjadi penurunan pemakaian listrik yang cukup besar. PLN bahkan kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 6 triliun pada masa libur Lebaran.
Namun setelah libur Lebaran hingga September 2017 sudah terjadi kenaikan penjualan listrik. "Juli luar biasa naiknya sekitar 14% . Totalnya sekarang sudah naik lagi, sudah diatas 3%," ujarnya.
Sofyan pun memproyeksi hingga akhir tahun akan ada kenaikan penjualan listrik hingga mencapai 4-5% di akhir tahun. Dengan begitu Sofyan yakin hingga akhir tahun PLN masih bisa mencetak laba biarpun tarif listrik tidak naik sepanjang tahun 2017.
Pasalnya PLN juga terus melakukan efisiensi harga pokok produksi. Sebelumnya harga pokok produksi PLN mencapai Rp 1.400 per kwh. Saat ini harga pokok produksi mencapai Rp 1.300 per kwh.
Dengan begitu, Program 35 GW pun tidak akan direvisi. PLN masih tetap membangun pembangkit listrik dengan kapasitas total mencapai 10.000 Megawatt (MW). Selain itu, PLN akan tetap membangun transmisi dan distribusi.
Hanya saja menurut Sofyan, agar bisa menjaga resiko keuangan tetap bagus maka pembangunan beberapa proyek pembangkit listrik akan dimundurkan karena pertumbuhan ekonomi belum maksimum.
"Transmisi tidak boleh mundur, IPP boleh mundur, PLN boleh mundur. Pembangkit yang gas-gas kami tunda tidak apa-apa, kan pertumbuhan ekonomi belum maksimum," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News