Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Bentuk insentif yang bakal diberikan antara lain berupa akuisisi data melalui pengeboran eksplorasi yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan ini, risiko eksplorasi bakal berkurang, lantaran pelaku usaha sudah memiliki gambaran potensi sumber daya di WKP yang ditawarkan. Imbasnya, keekonomian proyek bisa tercapai dan harga listrik dari panas bumi bisa turun dan lebih kompetitif.
"Kalau mau sumber daya sampai terbukti, harus melakukan pengeboran. Kemudian akhirnya diputuskan pemerintah, kalau ada baru lah itu yang akan ditawarkan kepada pengembang. Sehingga itu akan mengurangi risiko dari pengembang. Tentunya ini juga akan menurunkan tarif dari panas bumi itu sendiri," terang Ida dalam konferensi pers virtual yang digelar Kamis (6/8).
Dengan pertimbangan itu, pada tahun 2020 dan 2021 pemerintah akan terlebih dulu memulai akuisisi data dan melakukan pengeboran. Lalu, lelang akan dilakukan pada tahun 2022 dengan data WKP yang lebih lengkap untuk ditawarkan kepada pengembang.
"Dengan Perpres baru nanti, mungkin di 2021 kita belum melakukan lelang WKP, maupun 2020. Jadi kita tambah dulu akuisisi data. 2020 kita mulai, 2021 kita sudah mulai pengeboran. Jadi mungkin di tahun 2022 kali ya baru ada lelang WKP," jelas Ida.
Dengan pengeboran dan kelengkapan data yang sudah dilakukan pemerintah, Ida optimistis pengembangan panas bumi menjadi listrik pun bisa terakselerasi. Pasalnya, saat ini dibutuhkan waktu yang lama hingga 10 tahun untuk melakukan persiapan, survei, eksplorasi hingga beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Baca Juga: Kementerian ESDM Menargetkan Aturan Harga Jual Beli Listrik EBT Bisa Terbit Agustus
Melalui skema ini, dia berharap waktu pengembangan panas bumi hingga menghasilkan listrik bisa terpangkas setengahnya. "Jadi sudah bisa dikembangkan langsung, sehingga mempercepat. Tadinya misalkan butuh waktu 10 tahun, kita berharap paling lama 5 tahun sudah bisa COD (beroperasi komersial). Ini harapan kami," sebut Ida.
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi menyambut baik eksplorasi yang dilakukan pemerintah. Dengan begitu, katanya, risiko eksplorasi diambil pemerintah dan biaya eksplorasi tidak wajib diganti oleh pemenang setelah WKP tersebut dilelang. Alhasil, harga listrik dari panas bumi pun bisa lebih murah.
Kendati begitu, Priyandaru menekankan bahwa program eksplorasi oleh pemerintah ini seharusnya tetap disinergikan dengan wilayah-wilayah panas bumi yang diminati investor. Untuk bisa mengakselerasi pengembangan panas bumi, dia juga berharap masih ada WKP yang ditenderkan kepada pengembang listrik swasta (IPP) sehingga tidak semuanya masuk untuk program government drilling.
"Sehingga program percepatan juga bisa berjalan. Jadi kalau mau akselerasi, mestinya disinergikan dengan investor. Banyak kok investor yang berminat untuk investasi pengembangan panas bumi di Indonesia, selama diberikan return yang cukup," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (9/8).
Di sisi lain, Ida tak menampik bahwa pemanfaatan panas bumi untuk kelistrikan masih mini. Saat ini, total kapasitas terpasang panas bumi baru mencapai 2.130,7 Megawatt (MW). Padahal potensi panas bumi di Indonesia bisa mencapai sekitar 23,9 Gigawatt (GW).
Baca Juga: Kementerian ESDM targetkan perpres tentang harga listrik EBT bisa terbit Agustus 2020
Untuk mencapai target bauran EBT 23% pada tahun 2025, kapasitas terpasang PLTP ditargetkan mencapai 7.200 MW dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Sedangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2019-2028 kapasitas terpasang PLTP diproyeksikan baru mencapai 6.300 MW hingga tahun 2025.
Oleh sebab itu, Ida mengatakan bahwa akselerasi pemanfaatan panas bumi sangat diperlukan. Meski terhambat covid-19, Ida menekankan bahwa pada tahun ini pihaknya tetap mengejar target tambahan kapasitas terpasang sebesar 140 MW.
Terdiri dari PLTP Rantau Dadap sebesar 90 MW, PLTP Sorek Merapi Unit 2 berkapasitas 45 MW dan PLTP Sokoria unit 1 dengan kapasitas 5 MW. "Kita masih optimistis bahwa di akhir Desember mungkin akan COD 140 MW itu. Teman-teman masih berupaya untuk bisa COD di akhir 2020," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News