Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya agar seluruh petani mengikuti sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Pasalnya, masih sebagian kecil petani yang mengikuti sertifikasi ini.
Dari total 413 sertifikat ISPO saat ini, hanya enam asosiasi petani atau koperasi pekebun yang mendapatkan ISPO, sementara 397 sisanya diraih oleh perusahaan sawit. Memang, sertifikasi ISPO untuk petani masih diberlakukan secara sukarela hingga saat ini.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) Bambang mengatakan, untuk mendorong petani swadaya mendapatkan sertifikat ISPO, pemerintah akan merapikan data-data yang berkaitan dengan legalitas. Pasalnya, salah satu faktor penentu untuk mendapatkan sertifikat ISPO adalah masalah legalitas.
Menurut Bambang sampai saat ini masih banyak perkebunan yang bersinggungan dengan kawasan hutan, masih banyak perkebunan yang belum mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan ada pula yang Hak Guna Usaha (HGU) yang masuk ke kawasan. "Ini adalah bagian-bagian yang harus kita selesaikan yang sangat memerlukan bantuan dari kementerian lembaga terkait dan juga lembaga masyarakat yang ada," tutur Bambang, Jumat (28/9).
ISPO, menurut Bambang, adalah salah satu tupoksi Kemtan sebagai implementasi dari Undang-Undang Perkebunan. Meski begitu, dibutuhkan dukungan dari kementerian lain yang dikoordinasikan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Misalnya ada areal kebun sawit yang berada di kawasan. Itu kita minta koordinasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bagaimana bisa melepaskannya. Yang belum mendapatkan HGU, menko bisa mengingatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang," tambah Bambang.
Diterbitkannya Instruksi Presiden nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit dianggap sebagai salah satu upaya untuk menertibkan perizinan perkebunan kelapa sawit.
Apalagi, nantinya akan dilakukan pendataan total untuk kebun-kebun kelapa sawit mulai dari desa, kecamatan, hingga kabupaten. "Dari data itu kita identifikasi, apakah ada yang masuk kawasan (hutan). Kalau ada yang masuk kawasan kita rekap, lalu bupati mengusulkan ke KLHK bagaimana status kawasan itu," tutur Bambang.
Adanya inpres ini tak hanya menertibkan perizinan lahan perkebunan, namun juga untuk peningkatan produktivitas perkebunan sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal baik oleh petani maupun industri juga bosa memberikan manfaatkan kepada negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News