Reporter: Dimas Andi | Editor: Sandy Baskoro
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Perdagangan karbon menjadi salah satu kunci untuk mewujudkan target net zero emission. Dari sini, PT Pertamina juga bakal mengambil peran cukup signifikan dalam pengembangan perdagangan karbon di Indonesia.
Pertamina telah menginisiasi pilot project perdagangan karbon yang dilakukan antar subholding, di antaranya Pertamina NRE, Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Kilang Pertamina International (KPI), melalui penandatanganan Heads of Agreement (HoA) dalam perhelatan SOE International Conference di Nusa Dua Bali, Selasa (18/10).
Perdagangan karbon di internal Pertamina merupakan bagian dari upaya dekarbonisasi Grup Pertamina sekaligus bagian dari peta jalan net zero emission (NZE). Melalui inisiatif ini, PHE dan KPI sebagai perusahaan yang menghasilkan karbon akan membeli kredit karbon dari Pertamina NRE sebagai kompensasinya.
Baca Juga: Pertamina Gandeng BEI Kembangkan Carbon Trading
Bagi PHE, perjanjian pembelian kredit karbon merupakan bagian dari kontribusi PHE sebagai perusahaan hulu migas terbesar nasional yang turut mendukung dekarbonisasi di sektor tersebut. Ini juga inisiatif PHE lainnya, di samping pengembangan teknologi Carbon Capture, Utilization, & Storage (CCUS) demi menekan karbondiosida ketika kegiatan produksi migas berlangsung.
Setali tiga uang, KPI juga bertekad terus menurunkan kadar emisi secara bertahap pada kilang-kilang yang dikelolanya. Tak ayal, pembelian kredit karbon menjadi salah satu alternatif bagi KPI untuk menerapkan upaya dekarbonisasi.
Baca Juga: PHE Berupaya Mendorong Pemanfaatan CCUS di Sektor Hulu Migas
Dalam inisiatif ini, PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 ditunjuk menjadi sumber yang mengompensasi emisi karbon tersebut. PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 merupakan salah satu proyek CDM dari Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang telah memegang Verified Carbon Standard (VCS) sejak tahun 2018.
Pertamina NRE juga mencoba menangkap peluang pasar karbon lewat pengembangan Natural Based Solution (NBS) bersama Perhutani. Saat ini, Pertamina NRE sedang melakukan identifikasi terhadap sembilan konsensi hutan milik Perhutani yang berada di Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah.
Fokus pengembangan NBS ini ditujukan pada tumbuhan seperti sambarata, semamu, dan kunyit simendurut. "Sembilan konsensi hutan tersebut diketahui memiliki potensi pengembangan carbon offset sekitar 10-11 juta verified carbon unit," ujar Dannif Danusaputro, CEO Pertamina NRE.
Baca Juga: Dorong Potensi Bisnis, Pertamina International Shipping (PIS) Gaet NYK Asal Jepang
Pertamina berharap pada April tahun depan sudah bisa merealisasikan proyek NBS. Potensi pasar dari pengembangan NBS disebut-sebut sangat besar. Ini mengingat kredit karbon yang dihasilkan dari proyek ini banyak dicari perusahaan dalam dan luar negeri, terutama yang sudah menjalani komitmen ESG atau Environmental, Social and Governance.
Pertamina NRE juga mengeksplorasi potensi pengembangan green hydrogen di Indonesia. Memang, saat ini green hydrogen belum memiliki nilai ekonomis yang memadai mengingat produksinya masih cukup mahal. Namun, green hydrogen disebut-sebut sebagai salah satu kekuatan energi di masa depan. Green hydrogen akan sangat dibutuhkan sebagai upaya dekarbonisasi pada sektor-sektor bisnis yang memiliki tantangan besar dalam melakukan transisi energi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News