Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rencana PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) melayani penerbangan umrah dengan mitra bisnisnya mendapat kritik dari Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat. Pasalnya, rencana penerbangan ke Jeddah itu butuh kesiapan yang cukup dari sisi perizinan dan operasional.
"Karena nanti kalau misalnya bicara untuk penerbangan, misalnya dia menyangkut jemaah haji itu kan prosedur perizinannya termasuk nanti sistem manajemennya gimana, operasionalnya gimana. Kalau tidak kan pasti tidak diberikan izin juga dia oleh Arab Saudi," kata Ketua Komisi V DPR, Laurens Bahang Dama, di Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Daripada melayani penerbangan dengan rute komersial tak menentu, kata Laurens, Merpati sebaiknya fokus pada penyelesaian utang dan kembali menekuni rute penerbangan perintis. "Mestinya dia fokus pada bagaimana misalnya dia menjadi feeder Garuda. Untuk penerbangan yang kawasan timur, perintis, dia tidak perlu bermain di komersial," ujar Laurens.
Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan sulit bagi Merpati kembali melayani penerbangan perintis. Dengan pesawat MA-60, sebagai feeder pun Merpati akan susah bersaing dengan pesawat semacam ATR milik Garuda Indonesia.
Di sisi lain, Kementerian Perhubungan juga telah menawarkan 19 rute Merpati kepada operator maskapai lain. Dirut Merpati, Asep Eka Nugraha, Senin (10/2/2014), mengatakan, program restrukturisasi dan revitalisasi yang paling mendekati realisasi saat ini adalah penerbangan umrah.
Berseberangan pendapat dengan Dahlan dan Asep, Laurens berpendapat bila Merpati kembali melayani penerbangan perintis justru maskapai itu akan terhindar dari rugi. Dengan melayani rute penerbangan perintis, ujar dia, Merpati akan mendapatkan public service obligation (PSO). (Estu Suryowati)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News