Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
Hilirisasi Bauksit Urgen
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengatakan bahwa aluminium merupakan mineral strategis dan kritis yang dapat mendukung pengembangan industri maju.
Komoditas ini banyak digunakan untuk bahan pembuatan produk industri maju seperti pesawat, kapal, kendaraan bermotor, konstruksi, peralatan rumah tangga, juga untuk kendaraan ramah lingkungan seperti baterai kendaraan listrik.
Itulah sebabnya, menimbang besarnya cadangan bauksit di dalam negeri, Rizal menilai bahwa menilai bahwa peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan industrialisasi komoditas bauksit mutlak diperlukan.
Hal ini untuk menghasilkan manfaat yang jauh lebih besar dapat serta mendorong pengembangan industri lanjutan sampai produk akhir.
“Ini (sumber daya dan cadangan bauksit) bisa menjadi modal dasar bagi pengembangan industri di Indonesia dan merupakan keunggulan komparatif bagi Indonesia,” tutur Rizal kepada Kontan.co.id.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan bahwa hilirisasi bauksit bisa menekan impor aluminium Indonesia dan menghemat devisa.
“Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan kebutuhan aluminium yang terus meningkat dengan melakukan hilirisasi industri dari bauksit menjadi smelter grade alumina dan pada akhirnya menjadi aluminium ingot,” kata Josua kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: MIND ID Bukukan Pertumbuhan Kinerja Keuangan 4 Tahun Terakhir
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, mengatakan bahwa hilirisasi membutuhkan investasi yang besar dan juga ahli di tahap-tahap awal. Namun, ikhtiar tersebut bakal bisa ‘terbayar’ dalam bentuk nilai tambah yang besar bagi perekonomian.
“Seperti kita sudah secara bertahap alami di ekosistem migas atau CPO (crude palm oiil), hilirisasi akan memberikan nilai tambah yang besar buat perekonomian,” tutur David.
Kendati demikian, ia tidak memungkiri bahwa peningkatan nilai tambah pada hilirisasi bauksit barangkali tidak sebesar pada hilirisasi nikel.
“(Hanya saja peningkatan nilai tambah pada bauksit) Tidak setinggi nikel ya yang memang kita the biggest producer. Mungkin tidak sampai 1/10,” imbuhnya.
Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah sudah lebih dahulu menggeber hilirisasi terhadap komoditas nikel. Untuk menyukseskan program tersebut, pemerintah sudah menutup keran ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020.
Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam perkembangannya, ekspor produk nikel (HS 75) mengalami kenaikan, setidaknya mulai tahun 2021 menyusul penerapan kebijakan ini. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk nikel tercatat sebesar US$ 813,15 juta di tahun 2019.
Angka tersebut kemudian meningkat jadi US$ 1,28 miliar di tahun 2021, lalu kembali naik menjadi US$ 5,94 miliar di tahun 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News