Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
Direktur Utama PGN Suko Hartono mengatakan bahwa PGN ingin bisa menjadi agregator gas bumi. Pasalnya, saat ini 80% volume gas PGN termasuk ke dalam penugasan yang harganya sudah ditentukan oleh pemerintah. Mulai dari harga penugasan jaringan gas rumah tangga, industri, maupun untuk sektor kelistrikan ke PT PLN (Persero).
Dengan menjadi agregator gas nasional, PGN bisa mengelola portofolio berbagai pasokan gas yang dapat diintegrasikan dari hulu, ke infrastruktur, kemudian sampai ke hilir.
"Karena harga-harga di hilir sudah diatur pemerintah. Ruang gerak kami hanya 20%. Komposisinya adalah 80% dari sektor pelanggan yang kami layani, dan 20% di luar Kepmen (penugasan)," ujar Suko.
Lebih lanjut, menanggapi saran dari anggota dewan, Suko mengatakan bahwa PGN telah memiliki rencana pengembangan bisnis. Misalnya rencana hilirisasi gas ke industri petrokimia, seperti Dimethil Ether (DME) yang bisa menjadi bahan baku pengganti LPG yang sebagian besar masih impor.
Baca Juga: PGN terapkan harga gas US$ 6 per MMBTU secara proporsional di wilayah Sumatera
"Kemudian amonia dan turunannya kami batasi portofolio 5%-15% karena itu bukan bisnis kami, itu kerja sama dengan subholding kilang. Kami melihat bisa meningkatkan volume dan kami tahu bisnis di hilir," sebutnya.
Dalam upaya memperluas penyaluran gas ke konsumen rumah tangga di wilayah yang belum terdapat jaringan pipa gas, penyaluran LNG juga bisa dibawa oleh ISO tank. Proyek ini juga dapat dikerjasamakan dengan badan usaha swasta atau pengembang.
Yang terpenting, dalam menjalankan peran sebagai agregator, sub holding gas BUMN ini bisa mendapatkan kepastian pasokan gas baik dari sumur gas atau LNG. Dengan begitu, ada kepastian untuk pembelian gas.
"Jaminan suplai dari sumur gas yang ada dan LNG, jadi dari hulu ada kepastian setelah melakukan eksplorasi ada pembelinya, itu konsepnya perlu dukungan pemerintah itu menjadi penting," pungkas Suko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News