kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.895.000   -28.000   -1,46%
  • USD/IDR 16.331   18,00   0,11%
  • IDX 7.200   1,34   0,02%
  • KOMPAS100 1.049   -2,40   -0,23%
  • LQ45 817   -1,37   -0,17%
  • ISSI 227   0,69   0,30%
  • IDX30 427   -1,36   -0,32%
  • IDXHIDIV20 507   -0,92   -0,18%
  • IDX80 118   -0,27   -0,23%
  • IDXV30 120   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 139   -0,55   -0,39%

Efek Penambahan Kementerian Terhadap Perizinan Bisnis, INAPLAS Soroti Sistem OSS


Kamis, 17 Oktober 2024 / 19:37 WIB
Efek Penambahan Kementerian Terhadap Perizinan Bisnis, INAPLAS Soroti Sistem OSS
ILUSTRASI. A general view of Shell's Pulau Bukom petrochemical complex in Singapore July 15, 2019. Picture taken July 15, 2019. REUTERS/Edgar Su. INAPLAS mengungkapkan kekhawatiran terkait semakin banyaknya kementerian dan lembaga di pemerintahan baru Presiden Prabowo.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) mengungkapkan kekhawatiran terkait semakin banyaknya kementerian dan lembaga di pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto terhadap proses perizinan bisnis, khususnya di sektor industri petrokimia. 

Menurut Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono sistem Online Single Submission (OSS) menjadi isu utama yang harus diperbaiki untuk pemerintah selanjutnya.

"Concern kita ada di OSS. OSS ini masih jadi kendaraan utama dalam proses perizinan, tapi masalahnya belum terkoneksi instan dengan kementerian dan lembaga yang terkait sektor industri, investasi, dan perdagangan," ujar Fajar kepada KONTAN, Kamis (17/10).

Baca Juga: Kementerian Era Prabowo Bertambah, Aspemigas Harap Perizinan Tetap Satu Pintu

Ia menegaskan bahwa hambatan perizinan industri petrokimia terbagi dalam tiga bidang utama: administrasi, fiskal, dan serbuan produk impor. Dalam hal administrasi, perizinan lahan melalui OSS masih belum optimal. "BKPM belum bisa menyelesaikan masalah ini, termasuk terkait aturan PPN yang tidak bisa dikredit. Ini jelas memberatkan pengusaha," katanya.

Fajar juga menyoroti perlunya perbaikan pada Badan Kebijakan Fiskal (BKF), terutama dalam mendukung upaya pengamanan industri domestik, serta pentingnya optimalisasi data dari Badan Pusat Statistik (BPS). "Data dari BPS masih terlambat, padahal sangat dibutuhkan untuk pengambilan kebijakan," tambahnya.

Di sisi lain, Fajar berharap bahwa penambahan kementerian dan lembaga tidak memperburuk iklim investasi. "Ini bisa menjadi dua sisi mata pisau. Jika tim ekonomi solid dan profesional, pengambilan keputusan akan lebih cepat dan membantu industri. Namun jika tidak, birokrasi justru akan makin panjang dan lambat," pungkasnya.

Baca Juga: APINDO Soroti Birokrasi Gemuk di Pemerintahan Prabowo, Khawatir Efisiensi Menurun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×