Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan industri properti tahun depan diperkirakan masih akan berat. Ketidakpastian ekonomi global dan potensi kenaikan suku bunga The Fed masih jadi penghalang buat pasar investor menggeliat.
David Sumual, Ekonom Bank BCA memperkirakan pasar properti investor masih akan stagnan tahun depan karena masih adanya kecenderungan resiko ekonomi global dan potensi kenaikan suku bunga. "Untuk investasi kemungkinan akan terjadi moderasi karena sebagaian besar masih terjadi over supply," katanya di Jakarta, Senin (17/12).
Namun, untuk pasar end user menurut David masih sangat besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), backlog perumahaan atau kebutuhan akan hunian di Indonesia tahun 2018 mencapai 7,6 juta unit.
David mengatakan, sebagian besar dari pasar end user itu merupakan kalangan millenial berusia 22 tahun -34 tahun. Dia melihat pasar di segmen tersebut belum tergarap dengan optimal karena prioritas kebanyakan millenial saat ini belum pada kebutuhan hunian tetapi masih fokus pada livestyle dan rekreasi.
Menurut David, pengembang harus gencar melakukan penetrasi ke pasar millenial guna mengimbangi stagnasi di pasar investor. Pengembang perlu membuat program-program yang inovatif yang memudahkan segmen tersebut bisa memiliki hunian.
David memandang kondisi properti di Indonesia saat ini masih dalam kategori siklus yang sehat. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan regulator dalam menjaga industri properti menurut sudah sangat tepat untuk mencegah terjadinya bubble properti seperti di negara-negara lain termasuk Jepang.
"Dulu BI (Bank Indonesia) pernah mengetatkan aturan LTV dalam mencegah bubble ketika harga properti booming dan sekarang aturan dilonggarkan kembali. Saya pikir sekarang siklusnya sehat dan dalam waktu dua tiga tahun mendatang saya kita akan kembali booming," kata David.
Relaksasi aturan yang dilakukan pemerintah maupun BI menurut David, sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan industri propperti. Dari 16 paket kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah, ada banyak yang terkait dengan inudstri properti.
Dia melihat kendala saat ini hanya dari sisi perpanjakan dan perizinan saja terutama yang menyangkut otoritas pemerintah daerah. David menilai diperlukan deregulasi terkait dua hal tersebut agar bisa memaksimalkan pertumbuhan bisnis properti.
Saat ini porsi industru properti terhadap Product Domestic Brutto (PDB) Indonesia hanya mencapai 10%-12%. Porsi tersebut tidak sebesar negara-negara lain yang bisa mencapai 20%-25% sehingga ketika melambat tidak akan membuat ekonomi dalam negeri langsung krisis.
David memperkirakan pertumbuhan kredit properti tahun 2019 masih akan tumbuh sekitar 13%-14%. Sementara tahun ini, pertumbuhan kredit sektor ini tumbuh sekitar 13%, sama seperti pertumbuhan kredit secara nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News