kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.294.000   -9.000   -0,39%
  • USD/IDR 16.585   5,00   0,03%
  • IDX 8.258   6,92   0,08%
  • KOMPAS100 1.128   -3,16   -0,28%
  • LQ45 794   -6,53   -0,82%
  • ISSI 295   3,34   1,15%
  • IDX30 415   -3,30   -0,79%
  • IDXHIDIV20 467   -5,39   -1,14%
  • IDX80 124   -0,60   -0,48%
  • IDXV30 134   -0,53   -0,39%
  • IDXQ30 130   -1,48   -1,13%

Ekonomi Kreatif Melesat, Hiburan Jadi Penggerak Baru Pertumbuhan


Jumat, 10 Oktober 2025 / 12:53 WIB
Ekonomi Kreatif Melesat, Hiburan Jadi Penggerak Baru Pertumbuhan
ILUSTRASI. Industri kreatif khususnya entertainment Indonesia terus menunjukkan taji, dan menjadi kekuatan ekonomi dan diplomasi budaya. ?


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri entertainment Indonesia terus menunjukkan taji, bukan hanya sebagai sumber hiburan, tetapi juga kekuatan ekonomi dan diplomasi budaya. 

Data Lokadata (2025) mencatat sektor ekonomi kreatif telah menyumbang sekitar Rp 1.300 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional atau setara 7,8% dari total ekonomi Indonesia, dengan lebih dari 24 juta tenaga kerja di dalamnya.

Dari total tersebut, subsektor film, musik, dan gim menjadi motor utama dengan kontribusi sekitar 25% dari keseluruhan nilai ekonomi kreatif nasional. Pertumbuhan sektor ini mencapai 5,76% per tahun, didorong oleh meningkatnya konsumsi konten lokal dan pergeseran tren generasi muda ke arah ekonomi berbasis pengalaman (experience-driven economy).

Chief Data Officer Lokadata.id Suwandi Ahmad menilai generasi muda kini memainkan peran ganda sebagai penikmat sekaligus kreator. Survei Lokadata menemukan 95% anak muda Indonesia mendengarkan musik daring setiap hari, dan 40% di antaranya menghabiskan waktu lebih dari satu jam. 

Baca Juga: Tumbuhkan Industri Kreatif, Kemenperin Gelar SketchUp Fest Bali 2025

“Sementara 54% menemukan musik baru lewat media sosial, menandakan algoritma digital kini berperan besar dalam membentuk budaya populer,” papar Suwandi dalam Power Lunch yang diselenggarakan GDP Venture di Jakarta, Rabu (8/10/2025). 

CEO GDP Venture Martin Hartono menilai, soft power bisa lahir dari berbagai bentuk budaya populer, mulai dari film, musik, hingga gim, selama mampu menampilkan karakter dan nilai khas Indonesia. 

“India menjadi contoh yang berhasil, mereka dikenal dunia melalui Bollywood. Indonesia juga memiliki potensi serupa dengan kekayaan budaya yang sangat beragam,” katanya dalam kesempatan yang sama. 

Melalui kolaborasi dengan 88rising, GDP Venture juga telah berupaya mengembangkan talenta musik Indonesia agar memiliki identitas kuat di pasar global. Upaya ini telah melahirkan nama-nama seperti Rich Brian, NIKI, Warren Hue, serta No Na, grup vokal Indonesia yang kini mulai dikenal di kancah internasional. 

Data dari fanbase No Na, Orchid, menunjukkan bahwa penggemar terbesar kedua grup tersebut justru berasal dari Korea Selatan. Artinya, ada daya tarik lintas budaya yang kuat.

Selain di musik, penguatan soft power juga terjadi di sektor seni pertunjukan. 

Melalui program Indonesia Kaya dari Djarum Foundation, sejumlah talenta Indonesia telah tampil di panggung internasional, termasuk West End di London, lewat inisiatif “Ruang Kreatif: Intensif Musikal Budaya.” Upaya ini diharapkan dapat melahirkan lebih banyak seniman yang membawa nilai Indonesia ke pentas global.

Dari sisi film, Visinema melihat industri perfilman nasional kini memasuki fase baru. Bukan sekadar produksi konten, melainkan pengembangan bisnis berbasis Intellectual Property (IP). 

Data Lokadata mencatat film horor masih mendominasi bioskop dengan pangsa 55% penonton nasional, namun film lokal secara keseluruhan berhasil merebut lebih dari 50% market share dalam tiga tahun terakhir.

CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko menjelaskan, perseroan kini tengah fokus pada pembangunan ekosistem cerita jangka panjang yang dapat berkembang menjadi serial, musik, hingga produk turunan. Salah satu proyek utamanya adalah animasi JUMBO, yang dikembangkan sebagai IP lintas generasi dengan rencana produksi lima tahun ke depan.

Sementara itu, industri gim nasional juga mencatat pertumbuhan stabil dengan nilai pasar yang meningkat hampir sepuluh kali lipat dalam dua dekade, dari US$ 10 juta pada tahun 2000 menjadi hampir US$100 juta pada 2025. Sektor ini kini berkontribusi 8,5% terhadap ekonomi kreatif nasional.

Co-founder Agate sekaligus CEO Confiction Labs Arief Widhiyasa menyebut, kekuatan utama industri gim terletak pada sumber daya manusia. 

Sejak 2018, Agate mendirikan Agate Academy untuk melatih talenta lokal agar mampu bersaing di pasar global. Gim-gim buatan Agate seperti Valthirian Arc, Code Atma, dan Rifstorm bahkan sempat masuk dalam daftar Top 50 Most Played Game saat perilisan demonya.

Pertumbuhan lintas sektor ini menandai pergeseran posisi Indonesia di percakapan budaya global. Dari musik, film, hingga gim, pelaku industri kreatif berhasil mengubah hiburan menjadi sarana diplomasi dan promosi identitas bangsa.

“Kini, Indonesia tak lagi sekadar penonton di panggung budaya dunia, melainkan mulai menjadi narator yang menyuarakan nilai dan kisahnya sendiri melalui karya kreatif yang relevan secara global,” tandas Martin.

Selanjutnya: Menteri Bahlil Bantah Bahan Bakar dengan Etanol Kualitasnya Jelek

Menarik Dibaca: Aplikasi Buangin Mudahkan Masyarakat Buang Sampah Hingga Ukuran Jumbo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×