Reporter: Handoyo | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Meski ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mendapat hambatan dari beberapa negara khususnya Uni Eropa (UE), namun ekspor ke negara-negara Asia seperti China, India dan Pakistan diproyeksikan masih tetap tumbuh.
Khusus ke Pakistan, ekspor meningkat sejak berlakunya perjanjian perdagangan di bidang tertentu alias preferential trade agreement (PTA) antara Indonesia-Pakistan per 1 September 2013 lalu. Sementara ekspor ke China dan India dipicu tingginya pemintaan bahan bakar nabati.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Sawit Nabati Indonesia (GIMNI) mengatakan, ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia ke Pakistan tahun ini diperkirakan mencapai 780.000 ton, atau naik 2,2% dari realisasi ekspor tahun lalu yang sebanyak 762.475 ton. "Ekspor ke Pakistan sudah mulai bagus, utamanya produk hilir," kata Sahat, akhir pekan lalu.
Menurut Sahat, berlakunya PTA memang belum mampu menggenjot ekspor secara signifikan karena baru berlaku efektif September kemarin. Menurutnya dia, untuk menggenjot ekspor CPO ke Pakistan membutuhkan waktu.
Pasalnya, Pakistan selama ini telah mengalihkan pasar dengan mengambil CPO dari Malaysia karena lebih murah. Namun dengan berlakunya PTA Indonesia-Pakistan, tahun depan target ekspor sebesar 1,1 juta ton kemungkinan akan tercapai.
Pakistan menjadi negara strategis karena dapat menjadi penghubung di negara-negara di sekitarnya, seperti Afganistan, Usbekistan, dan Kazakstan. Ada dua perusahaan eksportir CPO Indonesia yang cukup besar ke Pakistan, yakni PT Musim Mas dan Permata Hijau Group.
Ekspor CPO ke India dan China juga diproyeksikan mengalami peningkatan. "Kedua negara itu pertumbuhan permintaannya dari tahun ke tahun sekitar 6%-7%," kata Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi.
Mengutip data Kementerian Pertanian (Kemtan), volume ekspor CPO Indonesia ke India pada 2012 mencapai 5.407.530 ton. Sementara volume ekspor minyak sawit ke China tahun lalu sebesar 3.530.611 ton.
India tertinggi
Fadhil Hasan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan, India masih menduduki posisi tertinggi sebagai negara pengimpor minyak sawit asal Indonesia.
Pada bulan Oktober lalu, volume impor minyak sawit India dari Indonesia mencapai 488.000 ton, atau meningkat 13% dibandingkan bulan sebelumnya yang 431.000 ton.
Meningkatnya permintaan minyak sawit di India itu disebabkan karena panen kedelai di negaranya jauh lebih rendah dari perkiraan awal. Catatan saja, total ekspor minyak sawit pada bulan Oktober lalu sebanyak 1,8 juta ton.
Permintaan minyak sawit dari Cina juga tercatat meningkat secara signifikan pada Oktober lalu, yakni sebesar 296.000 ton naik 62% dibandingkan bulan sebelumnya 182.000 ton.
Naiknya permintaan minyak sawit di China karena produksi minyak nabati dalam negeri yang kurang. Di sisi lain, pemakaian minyak nabati sebagai bahan makanan dan biofuel meningkat.
Sebaliknya, ekspor CPO Indonesia ke Eropa diprediksi menyusut pasca diberlakukannya penerapan anti dumping duties oleh Uni Eropa pada November ini. Oktober lalu, importir Eropa memang mengambil langkah antisipasi dengan mengimpor biodiesel dan CPO sebanyak mungkin sebelum anti dumping duties efektif diberlakukan.
Hal itu terlihat dari tingginya permintaan yang mencapai 395.000 ton per Oktober, naik 52% dari bulan sebelumnya sebesar 260.000 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News