kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor dan impor biji kakao naik karena masalah kualitas


Selasa, 16 Oktober 2018 / 21:37 WIB
Ekspor dan impor biji kakao naik karena masalah kualitas
ILUSTRASI. Sentra Perkebunan Kakao di Sulawesi


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ironi industri kakao Indonesia adalah, walau ekspor biji kakao terus mengalami kenaikan, namun impor biji kakaonya juga terus naik. Penyebabnya adalah perbedaan pangsa pasar untuk ekspor impor karena kualitas kakao.

Bisa ditebak, kualitas rendahlah yang diolah untuk dalam negeri. Tak hanya itu, demi meningkatkan produktivitas, ada juga industri yang mengolah kulit biji kakao padahal memiliki risiko kesehatan.

Mengutip data Badan Pusat Statistik, ekspor biji kakao pada bulan September tahun ini mengalami kenaikan drastis 134,26% jadi senilai US$ 17,85 juta dibandingkan Agustus 2018 di US$ 7,62 juta.

Dalam kinerja sembilan bulan, tahun ini sudah mencetak US$ 61,52 juta dibandingkan tahun lalu di US$ 39,64 juta.

Tapi impor biji kakao juga naik. Pada September tahun ini, impor biji kakao sebesar 21,99 ton atau setara US$ 53,68 juta. Naik dari bulan lalu di 13,82 ton atau senilai US$ 32,57 juta.

Kemudian dalam periode Januari-September 2018, volume sebesar 190.308 ton atau US$ 412,33 juta. Naik dari yoy 162,92 ton atau US$ 359,87 juta.

Ketua Dewan Kakao Indonesia Soetanto Abdoellah menjelaskan, ekspor biji kakao umumnya dilakukan untuk kelas premium. "Itu hanya dimiliki oleh satu perusahaan, PTPN di Jawa Timur dan itu di ekspor karena sudah punya pasar tetap di Eropa sana," jelasnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (16/10).

Sedangkan biji kakao yang diimpor merupakan kelas reguler dan umumnya berasal dari Afrika. Menurut Soetanto, hal ini dikarenakan pengembangan tanaman kakao dalam negeri masih belum maksimal.

Tambah dengan bencana yang menimpa Sulawesi Tengah yang merupakan sentra kakao berpotensi menurunkan stok kakao domestik. Tapi kondisi ini kemungkinan bakal baru terlihat akhir kuartal saat industri mulai mengambil langkah buffer stock untuk kinerja berikutnya.

Potensi kakao memang semanis coklat, apalagi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri terus meningkat sesuai pertumbuhan ekonomi. Tapi kesempatan ini kerap digunakan industri pengolahan makanan untuk menggiling produk limbah kulit kakao menjadi turunan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya menyampaikan, dahulu pemerintah telah melakukan pengawasan ketat, namun akhir-akhir ini terjadi kekenduran pengawasan kinerja industri.

Padahal kulit biji kakao (cocoa shell) pada dasarnya banyak mengandung sejenis racun yang disebut Ochratoxin A (OTA) yang dihasilkan oleh jamur dengan spesies Aspergillus dan Penicillium.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×