Reporter: Ario Fajar, Havid Vebri |
JAKARTA. Nyatanya, tak hanya kayu lapis saja yang kinerjanya loyo; ekspor kayu olahan (woodworking) juga merosot tajam. Pasalnya, kondisi ekonomi di kawasan Eropa dan AS yang selama ini menjadi pasar utama ekspor woodworking belum pulih.
Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia atau Indonesian Sawmills & Woodworking Association (ISWA) memperkirakan, volume ekspor woodworking tahun ini hanya 1,2 juta meter kubik. Volume ekspor ini turun 14,2% dibanding volume ekspor tahun lalu yang mencapai 1,4 juta meter kubik.
Sama halnya kayu lapis, meski volume turun, nilai ekspor, mungkin, tidak akan melorot jauh dari tahun lalu yang mencapai US$ 957 juta. Pemicunya, harga woodworking juga naik tipis, yakni dari US$ 665 per meter kubik di tahun 2009 menjadi US$ 675 per meter kubik. "Jadi, kami perkirakan, nilai ekspornya sama seperti tahun 2009," ujar Soewarni, Ketua Umum ISWA.
Soewarni menjelaskan, sejak krisis finansial mendera AS di bulan September 2008, konsumsi kayu woodworking di AS itu terus menurun. Itu terjadi karena banyak proyek pembangunan perumahan terhenti.
Kondisi serupa juga dialami sejumlah negara tujuan ekspor lainnya, seperti China, Jepang, Australia, dan Jerman. "Sejak terjadi krisis, sulit bagi kami mengharapkan ada peningkatan ekspor woodworking, terutama dari segi volume," ujar Soewarni.
Melemahnya permintaan woodworking di pasaran dunia membawa imbas buruk kepada para eksportir. Menurut Soewarni, banyak eksportir woodworking kini gulung tikar. "Dari 700 ekportir kini hanya tersisa 600 eksportir," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News