Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Volume ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun ini bakal didominasi produk olahan. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksikan total volume ekspor minyak sawit akan tumbuh 11,11% menjadi 20 juta ton sepanjang 2013.
Dari jumlah itu, seberat 12 juta ton atau 60% total ekspor merupakan produk olahan seperti olefin dan biofuel. Adapun sisanya, sebanyak 8 juta ton atau 40% total ekspor adalah minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Ekspor minyak sawit olahan naik lantaran tarif bea keluar (BK) relatif tinggi di saat harga CPO melemah. Dus, banyak pengusaha memilih mengolah CPO di dalam negeri dan mengekspornya dalam bentuk olahan. "Karena BK untuk produk turunan lebih rendah 3% daripada produk mentah," tutur Susanto, Ketua Bidang Pemasaran Gapki di Jakarta, Selasa (8/1).
Terkait BK saat ini, Sekretaris Jenderal Gapki, Joko Supriyono khawatir, produk minyak sawit Indonesia kalah bersaing dengan produk asal Malaysia, khususnya di pasar India dan Pakistan.
Lihat saja, sejak Januari 2013, Malaysia memangkas pajak ekspor CPO dari semula 23% menjadi rata-rata 4,5%-8%. Sedangkan Indonesia masih
memberlakukan pajak ekspor berkisar 7,5%-22,5%.
Menurut Susanto, volume ekspor minyak sawit olahan pada tahun ini akan meningkat tajam ketimbang pertumbuhan ekspor CPO. Pada tahun lalu, volume ekspor minyak sawit olahan Indonesia seberat 10,44 juta ton dan tahun ini berpotensi tumbuh 14,94%, menjadi 12 juta ton.
Adapun ekspor CPO pada 2013 diproyeksikan menjadi 8 juta ton, naik tipis 5,82% dibandingkan ekspor 2012 seberat 7,56 juta ton. Komposisi ekspor tahun lalu, 58% minyak sawit olahan dan 42% minyak sawit mentah. Tahun ini, perbandingan ekspor minyak sawit olahan dan minyak sawit mentah jadi 60%:40%.
Direktur Eksekutif Gapki, Fadhil Hasan, meminta pemerintah mendorong penggunaan CPO untuk biodiesel sebagai bentuk hilirisasi. Hilirisasi bisa mengkompensasi meredupnya permintaan ekspor di tengah krisis ekonomi yang masih melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Soal pasar, Indonesia tidak bisa mengharapkan penjualan ekspor ke negara-negara di Eropa dan AS. Demikian juga dengan pasar China yang diprediksi melambat setelah pemerintah China mengeluarkan kebijakan pengetatan kualitas minyak sawit.
Alhasil, pengusaha sawit lebih berhati-hati mengekspor minyak sawit ke China. Dus, pengusaha CPO pun masih mengandalkan pasar India dan
Pakistan.
Demi mengkompensasi perlambatan pasar China, Eropa, dan AS, pengusaha sawit berniat meningkatkan ekspor ke Turki, Bangladesh, Rusia serta Serbia.
Selama ini, Indonesia memimpin pasar India. Indonesia mengekspor produk minyak sawit ke India mencapai 5 juta hingga 5,5 juta per tahun. Sedangkan Malaysia mengekspor CPO ke India sebanyak 1 juta ton per tahun.
Begitupun pasar Pakistan. Indonesia kini berupaya merebut kembali pasar CPO Pakistan. Volume ekspor CPO ke Pakistan sejatinya bisa mencapai 1,2 juta ton per tahun tapi karena Pakistan dan Malaysia bikin perjanjian perdagangan, ekspor CPO Indonesia ke Pakistan anjlok hingga 160.000 ton per tahun.
Belakangan, setelah Indonesia menggandeng Pakistan, volume ekspor CPO ke negara itu kembali naik. Pada 2012, ekspor CPO Indonesia ke Pakistan seberat 600.000 ton. Dan tahun ini ditargetkan jadi 1 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News