Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, ekspor sawit Indonesia kini didominasi oleh produk hilir atau produk yang telah diolah lebih lanjut dari bahan mentah.
Menurut catatan Gapki, total volume ekspor sawit di Indonesia pada periode Januari hingga Februari 2025 mencapai 4,76 juta ton.
Dari jumlah tersebut, mayoritas ekspor sawit Indonesia berbentuk Refined Palm Oil (RPO), yang sebesar 3,52 juta ton.
Baca Juga: Surati Sri Mulyani, Gapki Minta Kenaikan Pungutan Ekspor CPO Ditunda
RPO adalah minyak sawit halus yang diolah dari minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan telah melalui proses penyulingan (refining).
Kemudian setelah RPO, ekspor produk oleokimia dari Indonesia juga lumayan mendominasi. Ekspor oleokimia pada Januari-Februari 2035 mencapai 752.000 ton.
Sedangkan sisanya, ekspor dalam bentuk produk CPO (285.000 ton), Refined PKO (193.000 ton), Crude PKO (3.000 ton), dan Biodesel (1.000 ton).
"Saat ini ekspor minyak sawit Indonesia sudah dominan produk hilir. Sedangkan yang dalam bentuk CPO hanya 10% saja," terang Eddy kepada Kontan.co.id, Minggu (18/5).
Lebih lanjut, kini pemerintah resmi menaikkan tarif pungutan ekspor (PE) minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) beserta produk turunannya, dari 7,5% menjadi 10% mulai 17 Mei 2025.
Baca Juga: Pungutan Ekspor CPO Naik Jadi 10%, Kementerian ESDM: Dana Kompensasi B50 Tercukupi
Gapki telah meminta pemerintah untuk menunda kenaikan pungutan retribusi ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Sebab, menurut Eddy, kenaikan pungutan ekspor CPO dapat merusak daya saing di tengah ketidakpastian perdagangan global akibat kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik.
"Gapki sudah bersurat minta agar sementara (kenaikan PE) ditunda terlebih dahulu, karena situasi internasional kurang baik, yaitu masalah tarif Trump, kemudian adanya perang India dengan Pakistan dimana India adalah importir terbesar kedua setelah China dan Pakistan merupakan importir terbesar ketiga setelah India. Ini semua bisa berdampak pada ekspor kita," pungkas Eddy.
Selanjutnya: Berantas Judi Online, Pemerintah Bisa Tiru UEA dan Malaysia
Menarik Dibaca: Gaet 8.000 Pelari, BFI RUN 2025 Menularkan Energi Positif Menuju Gaya Hidup Sehat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News