kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Eksportir tunggu kepastian pajak ekspor CPO


Jumat, 27 Maret 2015 / 06:25 WIB
Eksportir tunggu kepastian pajak ekspor CPO
ILUSTRASI. Pemerintah berkomitmen mendukung petani untuk terus bergairah menanam dan meningkatkan produksi.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Produsen minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO)  harap-harap cemas. Pasalnya,  mereka menunggu keputusan pemerintah atas skema pungutan ekspor atawa bea keluar yang akan keluar akhir Maret ini dan berlaku 1 April.  

Saat ini, ada dua opsi yang dikaji pemerintah atas pajak ekspor CPO. Pertama, pungutan tetap atau fixed US$ 50 per ton untuk ekspor CPO saat harga harga di bawah US$ 750 per ton serta US$ 30 per ton untuk olein serta produk turunan sawit.   

Kedua, penurunan ambang batas harga CPO yang dikenakan  bea keluar dari sebelumnya US$ 750 per ton menjadi antara US$ 500-US$ 600 per ton. Ini artinya dengan harga saat ini, pemerintah masih akan memungut  bea keluar.

Partogi Pangaribuan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengatakan, pemerintah masih mengkaji formula yang tepat bagi ekspor CPO. "Tapi tujuan aturan ini adalah mendorong hilirisasi, termasuk pengembangan biodiesel, " ujar dia.    

Yang pasti, efek aturan tersebut akan menjadi tanggungan eksportir CPO. Apalagi, dua opsi itu memiliki  kelemahan. Misal,  pungutan tetap US$ 50 per ton bisa membuat margin eksportir tertekan. 

Selain harus membayar pungutan, eksportir CPO harus menanggung biaya pengiriman dan demurrage cost. Alhasil margin eksportir tipis. Saat harga CPO di atas US$ 750 per ton, pengusaha harus menanggung  pungutan ganda. Yaitu, US$50 per ton ditambah bea keluar 7,5%.

Begitu juga dengan opsi penurunan ambang harga CPO yang dikenakan bea keluar. Di tengah lesunya harga CPO, aturan bea keluar  akan membuat harga jual tandan buah segar petani sawit kian terpangkas. Apalagi, faktanya CPO yang diolah pabrik mayoritas dari petani. Dari 10 juta hektare lahan sawit, sekitar 40% milik petani.

Tapi kata Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), pungutan US$ 50 per ton lebih jelas peruntukannya. Pungutan itu akan menjadi CPO fund. 

Pemerintah akan menggunakan dana ini untuk pembangunan industri biodiesel dan pengembangan industri sawit. "Tujuannya lebih jelas," ujar dia kemarin.  Adapun, opsi penurunan ambang batas bea keluar  CPO bertujuan menggenjot penerimaan negara. 

Togar Sitanggang, Corporate Affairs Manager Musim Mas Group  bilang, pengusaha tak mempersoalkan opsi itu.  "Kami butuh kepastian aturan agar tak membingungkan," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×