Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pengembangan electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik yang mengarah pada elektrifikasi diyakini tidak akan membuat kebutuhan akan minyak dan gas bumi (migas) hilang. Industri minyak dan gas bumi masih dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi Indonesia.
Apalagi, cadangan minyak bumi Indonesia masih bisa diproduksi sampai 15 tahun sementara gas bumi bisa mencapai 35 tahun. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Januari 2020 mencatat cadangan minyak nasional mencapai 4,1 miliar barel minyak.
Sementara untuk gas cadangannya masih mencapai 62,39 triliun kubik kaki (TCF), dengan rincian proven 43,57 tcf dan potensial 18,82 tcf. Masa depan industri migas masih cerah karena skala ekonomi Indonesia diprediksi juga akan tumbuh yang otomatis membutuhkan energi lebih besar.
Hilmi Panigoro Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) mengungkapkan, bahwa saat ini banyak perusahaan migas besar mulai mengalihkan fokusnya dari energi fosil ke renewable energy.
"Tetapi Indonesia ini unik. Indonesia masih tetap akan membutuhkan produksi minyak yang besar. Hari ini kita membutuhkan sekitar 1,6 juta barel oil per hari dan masih tumbuh, sedangkan produksi minyak nasional hanya 700.000 bph," terang Hilmi dalam Media Gathering yang digelar secara daring, Selasa (8/12).
Maka itu, kata Hilmi, peran dari perusahaan migas masih sangat diperlukan oleh negara, sehingga Medco masih akan tetap agresif untuk melakukan ekspansi baik akuisisi maupun eksplorasi di lapangan migas.
Menurut Hilmi, beberapa upaya MedcoEnergi dalam mengembangkan proyek migas didasarkan pada manajemen portofolio yang aktif dan disiplin dalam bidang keuangan.
Caranya dengan tetap melakukan produksi tahunan mencapai 100-105 milion barrel oil of equivalent per day (mboepd) dengan porsi gas mencapai 60%. Lalu melakukan operasi dengan biaya efisien sekitar US$ 10 per boe. Saat ini migas berkontribusi kurang lebih 90% terhadap EBITDA MedcoEnergi.
Kemudian MedcoEnergi telah mendapat cadangan terbukti dan potensiap (2P) yang telah disertifikasi sebesar 294 mmboe dan sumber daya 2C sebesar 949 mmboe, selain itu kemampuan manajemen proyek untuk mengeksekusi proyek kompleks dan monetisasi sumber daya juga akan diperhatikan.
Terakhir MedcoEnergi akan melakukan eksplorasi dengan risiko rendah dan fokus pada aset produksi. Dengan melihat itu, maka kata Hilmi mengatakan bahwa MedcoEnergi akan terus melakukan ekspansi secara organik dengan eksplorasi dan anorganik dengan akuisisi.
"Rule of thumb-nya. Kalau harga minyak lagi tinggi, kita banyak excest cash untuk eksplroasi lebih banyak. Kalau harga minyak lagi rendah, banyak barang bagus yang harganya realistis, kami banyak akuisisi," terang Hilmi.
Menurut Hilmi, pihaknya akan terus memanfaatkan setiap kali ada peluang di pasar, dan tentu saja sembari terus bekerja keras untuk mengembangkan proyek-proyek migas eksisting.
"Apakah itu Blok Rokan atau apa pun, pasti kami akan lihat. Kalau terms and condition serta harganya cocok pasti kami akan kejar, we have to make sure yang kami beli ini sifatnya akritif, memberikan pertumbuhan dan memperkuat structure capital kami," urai dia.
Seperti diketahui, saat ini Pertamina membuka kesempatan bagi investor untuk berinvestasi di Blok Rokan. Pada Agustus 2021 nanti, Blok Rokan resmi dipegang Pertamina dari operator sebelumnya Chevron.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt). Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih menerangkan dalam masa pandemi Covid-19 SKK Migas memberikan arahan dalam produksi migas dengan melalukan slow down bukan lock down dalam produksi.
"Ini untuk mengawal penyelenggaraan energi dalam negara kita," terang Susan yang juga hadir dalam acara Virtual Medco bersama Media.
Meskipun para KKKS melakukan slow down, Susana menegaskan, di penghujung tahun beberapa kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) bisa mencapai target produksi migas termasuk MedcoEnergi. "Tahun ini MedcoEnergi juga panen dengan penemuan sumur-sumur eksplorasi," kata dia.
Kata dia, selain masalah Covid-19 ada juga hal yang menarik yang mesti dicermati yaitu perubahan bisnis perusahaan secara global. Sebagian perusahaan migas mulai melirik menjadi perusahaan energi termasuk MedcoEnergi.
"Pertanyaannya apa dampaknya bagi Indonesia yang saat ini sedang menarik investor untuk melakukan eksplorasi? Apalagi banyak cadangan migas yang masih harus kita kembangkan," ujar dia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Indonesia atau Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong menilai kebutuhan energi di Indonesia diprediksi akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka dari itu memang sudah selayaknya energi baru dan terbarukan (EBT) dikembangkan.
Meski adanya pengembangan EBT di Indonesia yang terus meningkat, kata dia, energi fosil akan tetap diperlukan Indonesia.
"Secara persentase migas memang akan menurun angkanya dibandingkan dengan total bauran energi, tetapi jumlah volume-nya tidak berkurang," ungkap dia kepada Kontan.co.id, Selasa (15/12).
Marjolijn mengakui memang ada perusahaan migas yang mengalokasikan sedikit dari belanja modal untuk berbisnis non migas.
Tetapi, kata dia, perusahaan migas akan tetap tertarik dengan bisnis migas. "Mereka masih tertarik di industri migas melihat nilai keekonomian dan prospek geologi sebuah proyek," ujar dia.
Namun, pihaknya mengakui bahwa saat ini persaingan antara satu negara dengan negara lain untuk menarik investasi sangat ketat terutama untuk investasi di energi migas. "Akhir akhir ini besar persaingannya," ujar dia.
Maka itu, demi mencapai target 1 juta barel tahun 2030, kata Majolijn, pemerintah harus membuat kebijakan fiskal yang menarik bagi investor, ease of doing business, dan negara harus menghormati kontrak yang dibuat dengan investor. "Kalau saya bilang menarik, berarti harus lebih baik dari negara lain," ujar dia.
Hilmi melanjutkan, untuk mendukung produksi nasional 1 juta barel pihaknya akan meminimalkan penurunan produksi secara alamiah atau decline rate, kemudian penemuan cadangan harus segera di di monetisasi, lalu segera membangun fasilitas produksi untuk bisa meningkatkan produksi.
Selain itu juga dilakukan enhanced oil recovery (EOR) yang saat ini masih terus dilakukan study, terakhir terus melalukan eksplorasi lapangan migas. "Alhamdulillah sekarang empat poin itu kami lakukan dengan pararel, kami selalu berkomunikasi dengan SKK Migas," ujar Hilmi.
Kata dia, eksplorasi migas sangat penting, terutama untuk mendorong realisasi target produksi siap jual (lifting) minyak 1 juta barel pada 2030. Maka dari itu, Medco membuka peluang untuk bermitra dengan Pertamina dalam joint study atau eksplorasi. Karena dengan bermitra, Hilmi menyebut risiko bisa ditanggung bersama dan bisa meningkatkan kualitas eksplorasi yang dikerjakan.
"Eksplorasi ini usaha yang berisiko tinggi. Jadi kalau ada hal hal yang bisa kita lakukan bersama partner lain, terutama Pertamina, untuk study yang pada akhirnya bisa mengurangi risiko dan meningkatkan kualilas calon-calon sumur eksplorasi, maka kita akan senang hati menyambut itu," terang Hilmi.
Sebelumnya, melalui pengeboran sumur West Belu-1, Medco E&P Natuna berhasil menemukan cadangan komersial untuk dikembangkan sebesar 11,2 juta kaki kubik per hari (mmscfd).
Pengeboran sumur West Belut-1 kini telah mencapai kedalaman akhir di 5.000 kaki. Sebelumnya, tercatat Medco E&P Natuna juga berhasil menemukan cadangan hidrokarbon melalui 3 (tiga) sumur eksplorasi di Wilayah Kerja (WK) South Natuna Sea Block B.
Medco Anggap Listrik Energi Masa Depan
Sementara itu, Hilmi Panigoro Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk mengatakan, perusahaan juga akan terus mengembangkan bisnis kelistrikan yang memang sudah dimulai beberapa tahun ke belakang. "Ini adalah energi masa depan, elektrifikasi merupakan suatu kenyataan yang akan terjadi di dunia energi," imbuh Hilmi.
Kata dia, pada akhirnya konsumen akan mengambil energi berupa listrik. "Tentu saja ini adalah pilar yang sangat penting bagi MedcoEnergi," paparnya.
Kata dia, pendirian Medco Power sebenarnya adalah upaya perusahaan untuk memasuki transisi energi. "Semua akan elektrifikasi, mobil, kereta, semua kendaraan umum saya yakin akhirnya akan memakai listrik,' kata dia.
Tak hanya itu, bagaimana menciptakan listrik yang green, Hilmi mengutarakan bahwa MedcoEnergi memprediksi bauran energi untuk energi baru terbarukan akan lebih besar walaupun akan berjalan secara bertahap.
"Kami fokus Medco Power ini di clean energy, paling-paling yang fosil tinggal gas saja. itu pun gas itu kan sebenarnya fosil tapi relatif bersih," urai dia.
Direktur Utama PT Medco Power Indonesia Eka Satria menambahkan saat ini MPI mengelola dan mengoperasikan 3.796 MW baik lewat pembangkit sendiri (IPP) maupun jasa operasi dan pemeliharaan (O&M).
"Kami optimistis meningkatkan kapasitas jadi 5.000 MW dalam lima tahun ke depan. ini seiring dengan pengembangan pembangkit berbasis EBT," ucap dia.
Kata Eka, listrik memegang peran sentral dalam pemenuhan energi. Dengan ekonomi dan industri yang semakin tumbuh pasca covid-19, demand listrik berbasis EBT juga akan semakin meningkat. Terlebih, potensi EBT di Indonesia sangat tinggi, dan ada target untuk memenuhi bauran EBT 23% pada tahun 2025.
"Pilar ekonomi dan kehidupan adalah listrik. Kami percata bahwa setelah covid-19 berakhir, pertumbuhan listrik akan kembali naik dan permintaan ke depan akan bersifat clean. Kami akan berfokus di portofolio energi bersih dan terbarukan," kata Eka yang juga ikut dalam media gathering yang digelar secara daring, Selasa (8/12).
Medco Power pun akan fokus mengembangkan enam jenis energi bersih. Yakni gas/LNG to power, panas bumi, energi surya, energi hydro dan mini hydro, energi angin, hingga masuk ke ekosistem kendaraan listrik (EV). Secara keseluruhan ada empat pilar bisnis Medco Power yakni gas to power, geothermal, renewables dan O&M services.
Dari dari sisi panas bumi, Medco Power saat ini memiliki tiga proyek. Pertama, Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Sarulla dengan kapasitas 330 MW. Kata Eka, PLTP dengan kontrak tunggal terbesar di dunia ini akan terus dikembangkan ke fase berikutnya.
Kedua, PLTP Ijen dengan kapasitas 2 x 55 MW yang saat ini masih dalam tahap pengembangan dan eksplorasi. Targetnya bisa beroperasi komersial (COD) untuk unit 1 pada tahun 2024 dan untuk unit 2 pada 2026.
Proyek panas bumi yang ketiga adalah Bonjol dengan potensi kapasitas 60 MWe. "Kami tetap terus mencoba mencari aset-aset baru yang bisa dikembangkan," sebut Eka.
Proyek pembangkit energi terbarukan lainnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) alias solar PV. Ada dua proyek besar yang sedang digarap Medco Power. Pertama, solar PV di Bali dengan kapasitas 2 x 25 MW. PLTS ini direncanakan mulai konstruksi pada Q3 2021 dan bisa COD pada Q4 2022.
Kedua, solar PV dengan kapasitas 26 MW di Sumbawa, yang akan melistriki operasional PT Amman Mineral Nusa Tenggara, anak usaha MEDC di sektor pertambangan. Eka menyebut, solar PV ini akan menjadi yang terbesar di Indonesia untuk industri pertambangan.
Menggunakan panel 495 Watt peak (Wp), solar PV tersebut ditarget COD pada Kuartal III tahun depan. Selain PLTS di Amman Mineral, Medco Power juga akan mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin di Sumbawa.
Tak hanya dari sisi pembangkitan listrik, Medco Power juga menjajaki EV Ecosystem untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik. Targetnya, EC ecosystem Medco Power akan dibangun di Jakarta, Batam dan Bali.
Peluncuran pertama rencananya akan dilakukan di Jakarta, pada Januari tahun depan. "Insha Allah nanti bulan Januari kita akan launching EV Ecosystem kita yang pertama dan charging station," sambung Eka.
Pararel dengan itu, Medco Power juga fokus terhadap transisi energi dengan pengembangan listrik berbasis LNG/gas. Menurut Eka, gas merupakan energi bersih yang memegang peranan penting bagi transisi listrik berbasis energi fosil menjadi energi terbarukan.
Oleh sebab itu, Medco Power pun telah menggandeng Kansai Electric Power dalam pengembangan pembangkit berbasis gas serta untuk jasa O&M. Saat ini ada sejumlah pembangkit berbasis gas yang digarap Medco Power, serta beberapa proyek yang tengah dijajaki.
Pembangkit gas yang sedang digarap Medco Power berlokasi di Riau dengan kapasitas 275 MW. Progres pembangkit ini sudah lebih dari 91% dan ditargetkan bisa COD pada Q2 2021. Selain itu, ada juga Sumbawa LNG to Power dengan kapasitas 150 MW-300 MW.
Eka mengatakan, pengembangan listrik berbasis gas potensial di kawasan industri tengah dan timur. Saat ini pihaknya pun sedang menjajaki sejumlah proyek, sekaligus melihat potensi pasar di wilayah smelter dan pertambangan.
"Ada beberapa proyek yang saat ini kami sedang studi. Kalau sukses, Kami akan punya value chain untuk LNG to power di Indonesia tengah dan timur," terang Eka.
Tak hanya itu, peluang menjajaki EV Ecosystem untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik yang diproyeksi bakal berkembang pesat juga dikerjakan Medco Power. Targetnya, EV ecosystem Medco Power akan dibangun di Jakarta, Batam dan Bali.
Namun Eka belum membeberkan secara detail skema EV ecosystem yang akan dibangun MPI, jumlah infarstruktur yang akan disediakan, maupun besaran investasinya. Yang pasti, peluncuran pertama EV ecosystem MPI rencananya akan dilakukan di Jakarta, pada Januari tahun depan.
"Insya Allah nanti bulan Januari kita akan launching EV Ecosystem kita yang pertama dan charging station," katanya.
Saat ini MPI mengelola dan mengoperasikan 3.796 MW baik lewat pembangkit sendiri (IPP) maupun O&M. Eka optimistis bisa meningkatkan kapasitas jadi 5.000 MW dalam lima tahun ke depan.
Selain memiliki bisnis migas dan power, MedcoEnergi juga memiliki bisnis tambang emas dan tembaga melalui PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Saat ini perusahaan memasuki fase tujuh. Perusahaan berharap juga bisa menjadi penghasil tambang emas dan tembaga di Indonesia dan internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News