kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

ESDM banyak tolak proposal ekspor mineral


Selasa, 02 Mei 2017 / 10:12 WIB
 ESDM banyak tolak proposal ekspor mineral


Reporter: Azis Husaini, Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini

Permen itu membuka peluang ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7% (kadar rendah) dan bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) dengan kadar A12O3 lebih dari 42% yang tidak terserap oleh smelter di dalam negeri.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Nikel Indonesia Ladjiman Damanik menjelaskan, wajar jika ESDM bilang belum ada yang mengajukan proposal sesuai syarat yang diminta. Hal ini karena untuk memperoleh rekomendasi persetujuan ekspor sesuai prosedur operasi standar (SOP) Permen No. 5 dan No. 6 tahun 2017 memerlukan 11 dokumen yang harus di verifikasi oleh tim verifikator. "Sementara sampai saat ini ESDM belum menetapkan tim," kata dia kepada KONTAN, Sabtu (29/4).

Menurut dia, pengusaha memerlukan waktu mempersiapkan dokumen-dokumen tersebut. "Saya mengakui, kriteria evaluasi sangat ketat dan sangat wajar demi untuk pengendalian progres pembangunan smelter sesuai regulasi yang dikeluarkan," ujarnya.

Saat ini memang sudah banyak perusahaan yang membangun smelter dan juga sudah beroperasi. "Jadi tidak ada masalah, sebab sudah ada buktinya, yakni Antam dan PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara mendapat rekomendasi eksport dari Kementerian ESDM. Hanya kami memang harus mengikuti SOP yang sudah ditetapkan," kata dia.

Direktur Eksekutif Center for Indonesian Resources Studies (CIRUSS) Budi Santoso menyatakan, pemerintah juga mesti melihat estimasi cadangan mineral milik perusahaan yang mengajukan izin ekspor tersebut. "Karena sering terjadi, mendapatkan izin ekspor secara porforma saja," ungkapnya.

Pemerintah juga harus mengecek betul cadangan perusahaan yang akan membangun smelter tersebut. Juga memikirkan kebutuhan bahan baku untuk smelter yang akan dibangun itu. "Banyak perusahaan tambang mengajukan pembangunan smelter tetapi tidak mengetahui jumlah cadangan sesuai perhitungan kode Komite Cadangan Mineral Indonesia atau Joint Ore Reserves Committee," kata dia.

Banyaknya syarat untuk memperoleh izin pembangunan smelter berakibat pengusaha kehabisan dana dan memakan waktu. "Jangan sampai pengusaha diminta memenuhi target, tapi harus berjuang sendiri," kata Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×