Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan lelang pengadaan gas untuk sejumlah pembangkit listrik di Indonesia Tengah yang digelar oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejak 2016 akhirnya dibatalkan.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Iswahyudi mengatakan, PLN sedang memproses lelang pengadaan gas untuk beberapa kluster pembangkit. "Tapi untuk kluster Indonesia tengah dipastikan di terminasi," jelas Hendra di Jakarta, Senin (8/7).
Adapun pembatalan ini disebabkan terjadinya perubahan demand untuk gas pembangkit listrik. Dalam catatan Kontan.co.id, Proyek liquefied natural gas (LNG) Indonesia Tengah sedianya ditargetkan beroperasi pada 2021. Proyek Indonesia Tengah ini terdiri dari pekerjaan LNG carrier, LNG storage dan fasilitas regasikiasi, pembangunan jetty dan pipa gas.
Proyek Indonesia Tengah menggunakan skemabuild, own, operate, transfer (BOOT) dalam 10 tahun kontrak. Lokasi proyek ini berada di Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara yang akan menyuplai pasokan gas untuk beberapa proyek seperti Pembangkit Maumere, MPP Flores, Sulsel Peaker, Makassar Peaker, Kalsel Peaker 1, Bima, Sumbawa, MPP Lombok, Waingapu, Kupang Peaker. Kali lalu,baru konsorsium PT Pertamina (Persero)-PT Perusahaan Gas Negara yang tercatat pernah mengikuti tender untuk proyek Indonesia Tengah.
Sementara itu, perubahan demand gas untuk pembangkit listrik diklaim sebagai dampak penyesuaian terhadap Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Kedepannya Kementerian ESDM melalui Ditjen Gatrik mengupayakan pengadaan gas dengan skema lain. "Akan diupayakan lewat kerjasama dengan Pertamina Group," ungkap Hendra.
Disisi lain, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebut urgensi penggunaan gas sebagai salah satu kebutuhan energi. "Gas bisa menjadi salah satu andalan untuk menekan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik PLN," ungkap Rida.
Menurut Rida, sejauh ini Indonesia memproduksi sendiri LNG yang dibutuhkan. Selain itu, ia menilai metode milk run sebagai metode yang ampuh bagi distribusi LNG.
“Terus dioptimalkan untuk pengadaan transporter, misalnya terminal penerimaannya seperti apa, peruntukkan wilayah mana saja. Secara teknologi, its already there. Masih harus dipecahkan masalah keekonomiannya,” tandas Rida.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News