Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) memberi sinyal akan menurunkan target produksi batubara nasional pada 2026. Produksi komoditas andalan ekspor tersebut diperkirakan bakal berada di bawah 700 juta ton, seiring tren pelemahan permintaan global dan perlambatan capaian produksi tahun ini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno mengatakan, pihaknya tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap target produksi batubara nasional. Evaluasi ini dilakukan setelah melihat realisasi produksi dan ekspor tahun ini yang cenderung lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
“Iya, otomatis kita menyesuaikan. Sedang kita lakukan evaluasi,” ujar Tri di Kantor Kementerian ESDM, Senin (10/11).
Saat ditanya soal perkiraan angka produksi tahun depan, Tri menyebut, “Di bawah itu kali,” menanggapi pertanyaan apakah target masih di kisaran 700 juta ton
Baca Juga: Kritikus Film Sebut Industri Perfilman Tanah Air Butuh Sistem Box Office Terintegrasi
Sebagai catatan, target produksi batubara nasional pada 2025 ditetapkan sebesar 735 juta ton. Namun, hingga pertengahan tahun, realisasi produksi masih tertinggal dari target akibat turunnya permintaan dari pasar utama seperti Tiongkok dan India.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menilai, langkah pemerintah menyesuaikan target produksi merupakan keputusan yang rasional di tengah perubahan pasar global.
“Pada prinsipnya kami mengikuti target produksi yang ditetapkan pemerintah, karena penetapan tersebut sudah melalui berbagai pertimbangan, baik dari sisi kebutuhan nasional maupun dinamika pasar global,” ujar Gita kepada Kontan, Rabu (12/11).
Menurutnya, penyesuaian produksi perlu tetap memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan domestik dan kapasitas ekspor. Meski permintaan dalam negeri diperkirakan naik, peningkatannya tidak signifikan.
“Tren ekspor perlu terus disesuaikan dengan dinamika permintaan global,” katanya.
Gita menambahkan, fokus industri ke depan adalah menjaga efisiensi operasional dan memastikan pasokan energi nasional tetap aman di tengah penyesuaian target produksi.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengungkapkan, capaian produksi batubara nasional tahun ini diperkirakan sekitar 779 juta ton, turun sekitar 55 juta ton dibanding tahun 2024.
“Penurunan ini dipicu pelemahan ekonomi Tiongkok, antara lain akibat perang tarif dengan Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa, serta kampanye peningkatan kemandirian energi (self reliance),” ujar Hendra kepada Kontan, Rabu (12/11).
Selain itu, lanjutnya, tren transisi energi ke energi terbarukan turut menekan harga komoditas batubara internasional, termasuk dari Indonesia.
“Melihat dinamika pasar seperti ini, langkah pemerintah melakukan kontrol produksi merupakan pilihan rasional untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan negara, optimalisasi sumber daya energi, dan keamanan pasokan dalam negeri,” jelasnya.
Namun, dia mengingatkan agar penurunan target hingga di bawah 700 juta ton perlu dikaji lebih lanjut.
“Angka tersebut jauh di bawah proyeksi capaian tahun ini, sehingga dampaknya bisa cukup besar terhadap industri, termasuk perusahaan tambang, jasa penunjang, logistik, dan masyarakat sekitar tambang,” tutur Hendra.
Menurutnya, permintaan domestik masih tumbuh pesat dari sektor kelistrikan dan pengolahan mineral. Karena itu, penyesuaian target perlu mempertimbangkan volume optimal, tipe batubara, potensi PNBP, serta tingkat kepatuhan terhadap DMO dan aspek lingkungan.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy menyebut, produksi nasional batubara hingga September 2025 tercatat 509 juta ton, turun sekitar 15% dibanding periode yang sama tahun 2024 sebesar 600 juta ton.
Dengan laju tersebut, total produksi batubara nasional hingga akhir tahun diperkirakan hanya mencapai 700 juta–720 juta ton, lebih rendah dari target 735 juta ton.
“Faktor utama penurunan ini adalah melemahnya permintaan dari Tiongkok. Negara itu kini lebih memilih batubara berkalori tinggi, sementara mayoritas produksi Indonesia berada di kelas kalori rendah hingga sedang,” jelas Sudirman kepada Kontan, Rabu (12/11).
Dia menilai prediksi produksi 2026 di bawah 700 juta ton cukup realistis. “Volume ekspor Indonesia masih sangat bergantung pada dua negara tujuan utama, yakni India dan Tiongkok. Sementara mencari pasar baru pengganti Tiongkok tidak mudah,” ujarnya.
Adapun konsumsi domestik batubara diperkirakan tetap stabil di kisaran 210–230 juta ton per tahun. Dengan demikian, penurunan ekspor tidak dapat tertutupi sepenuhnya oleh kenaikan permintaan dalam negeri.
Baca Juga: Satgas Cs-137: Walmart Siap Dukung Pemulihan Reputasi Produk Indonesia di Pasar AS
Selanjutnya: China Kelebihan Stok Kedelai, Impor dari AS Terancam Seret
Menarik Dibaca: Xiaomi Hadirkan Promo Spesial 11.11, Tawarkan Produk Rumah Pintar dan AIoT Unggulan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













