kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ESDM yakin roadmap 57 smelter di tahun 2022 bisa terlaksana


Minggu, 14 April 2019 / 18:31 WIB
ESDM yakin roadmap 57 smelter di tahun 2022 bisa terlaksana


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis 57 pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter) bisa beroperasi pada tahun 2022. Target tersebut sesuai dengan roadmap beralihnya ekspor komoditas mineral mentah ke industri hilirisasi produk mineral dalam negeri.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menegaskan, semua smelter wajib selesai pada tahun 2022. Jika tidak, perusahaan yang bersangkutan akan dikenai sanksi, seperti pencabutan izin ekspor.

Yunus bilang, sanksi tersebut tetap diiringi dengan pembangunan smelter yang masih wajib untuk diselesaikan. "Jadi tidak ada roadmap (pembangunan smelter) setelah 2022. Itu wajib, kalau tidak, secara regulasi dikenai sanksi tapi tetap kewajiban pembangunannya berlanjut," ungkap Yunus saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (14/4).

Yunus bilang, pihaknya yakin perusahaan akan menyelesaikan kewajiban tersebut. Apalagi pembangunan smelter memerlukan investasi yang tak sedikit. "Sudah hampir jadi, sudah 90% misalnya, masa tidak diselesaikan, kan tanggung," imbuhnya.

Asal tahu saja, hingga tahun 2018, sudah ada 27 smelter yang telah beroperasi, dimana 17 diantaranya merupakan smelter komoditas nikel. Sedangkan, sampai tahun 2022 direncanakan akan ada tambahan 3 smelter tembaga, 16 smelter nikel, 5 smelter bauksit, 2 smelter besi dan 4 smelter timbal dan seng.

Dalam hal perizinan, smelter-smelter tersebut mayoritas dibangun menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM. Namun, ada juga yang memakai Izin Usaha Industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Di sisi lain, Yunus pun mengakui bahwa pengolahan yang ada saat ini mayoritas masih merupakan produk menengah atau setengah jadi. "Saya kira kebanyakan masih intermediate yah, jadi memang mestinya ada produk dan industri hilirisasi lagi," ujarnya.

Sementara itu, terkait hilirisasi dalam konteks penyerapan pasar terhadap produk olahan mineral, Yunus menyebut bahwa hal tersebut menjadi domain dari Kemenperin. Adapun, Kementerian ESDM memastikan pasokan mineral bahan baku untuk smelter akan tetap terjaga.

Yunus menyampaikan, dalam menyetujui target produksi dan ekspor, pihaknya memperhitungkan sejumlah kriteria. Yakni cadangan yang dimiliki serta kapasitas produksi dan pengolahan yang dimiliki perusahaan.

"Jadi sudah dihitung sehingga smelter itu bisa tetap ekonomis. Artinya smelter tetap ada asupan (mineral bahan baku) yang bisa mencapai umur tambang atau perizinan perusahaan," terang Yunus.

Oleh sebab itu, Yunus mengatakan bahwa pihaknya tengah menyusun roadmap hilirisasi lanjutan bersama Kemenperin dan juga Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian.

Hal ini untuk memastikan rantai pasokan mineral bahan baku ke smelter hingga serapan pasar untuk produk olahan dari smelter. "Itu perlu supaya rantai (pasokan mineral dan serapan pasar) tidak putus," ungkap Yunus.

Lebih lanjut, Yunus mengungkapkan bahwa akan ada tiga smelter yang akan beroperasi pada tahun ini. Yakni smelter nikel PT Aneka Tambang di Tanjung Buli-Halmera, smelter timbal PT Kapuas Prima Citra di Kalimantan Tengah, dan smelter nikel PT Wanatiara Persada di Obi, Halmahera.

Sementara itu, menurut Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif, diperlukan upaya ekstra untuk mengakselerasi pembangunan smelter. Antara lain dengan menghilangkan berbagai hambatan termasuk tumpang tindih perizinan lahan dan juga antara IUP atau IUI, pengenaan tarif royalti bijih dan hasil pengolahan, serta pemberlakuan regulasi untuk mendorong pembangunan smelter,

Sedangkan mengenai nilai keekonomian, Irwandy menilai bahwa hal tersebut memang bergantung pada komoditas yang diolah, serta kesiapan rantai pasar dari komoditas dan hasil olahannya. Meski dimikian, roadmap antara pasokan mineral dan kesiapan pasar mesti disiapkan supaya investasi di sektor hilirisasi mineral ini bisa lebih menarik.

"Memang keluhan (perusahaan) karena margin lebih kecil dari bisnis hulunya, kemudian investasi perlu jangka panjang. Itu pun perlu dilihat secara detail per komoditi," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×