kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Freeport dan Newmont belum memurnikan konsentrat


Rabu, 25 Desember 2013 / 19:35 WIB
Freeport dan Newmont belum memurnikan konsentrat
ILUSTRASI. Menara BNI Pejompongan, Jakarta Pusat.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. Dua perusahaan pemegang konsesi kontrak karya (KK), yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara sering kali menyatakan telah menghasilkan nilai tambah di dalam negeri hingga 95% hasil dari pengolahan bijih tembaga. Namun sejatinya, kewajiban untuk memurnikan hasil tambang tersebut seharusnya tidak mesti dilonggarkan karena sudah diamanatkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Simon F Sembiring, Pengamat Pertambangan mengatakan, tujuan UU Minerba sejatinya bukan hanya meminta Freeport dan Newmont untuk menghasilkan nilai tambah bijih tembaga menjadi 100%. "Justru mineral ikutan yang ada dalam mineral mentah (ore) atau konsentrat yang nanti bisa kita peroleh di dalam negeri, misalnya sulfur, serta mineral jarang yang selama ini tidak dibayar pembeli dari luar negeri," kata dia ke KONTAN, awal pekan ini.

Sejatinya, klaim telah memperoleh nilai tambah 95% dari Freeport dan Newmont tidak sepenuhnya keliru. Pasalnya, kedua perusahaan tersebut sudah mampu menghasilkan produk tambang dari semula hanya bongkahan batu pegunungan yang tidak bernilai, menjadi konsentrat dengan kadar bijih tembaga sekitar 30% hingga 40%.

Sekadar ilustrasi, harga bijih tembaga berdasarkan harga patokan ekspor (HPE) sekitar US$ 2.165 per ton, sedangan logam tembaga berkadar 99,99% (cupper cathode) mencapai US$ 6.000 per ton. Andaikata pengusaha menjual konsentrat dengan jumlah 1.000 ton, maka pemasukan yang diperoleh mencapai US$ 2,16 juta.

Sementara, jika 1.000 ton konsentrat tersebut dimurnikan menjadi cupper cathode, maka hasil produksinya akan menyusut menjadi sekitar 400 ton logam tembaga. Dengan demikian, penjualan logam tembaga akan menghasilkan pemasukan sekitar US$ 2,4 juta.

Bila nilai tambah dari logam tembaga  sebesar 100%, tentu perolehan pertambahan nilai dari pengolahan bijih mineral menjadi konsentrat sudah lebih dari 90%, bahkan bisa mencapai 95%.

Namun persoalannya, perolehan nilai tambah tersebut dengan mengesampingkan produk sisa olahan dari konsentrat tembaga. Di mana, produk tersebut berupa anode slime yang merupakan bahan baku logam emas dan perak, slag yang dapat digunakan untuk bahan baku industri semen, serta sulfat untuk industri pupuk dan petrokimia.

Asal tahu saja, harga emas sekarang sekitar US$ 1.300 per ons troi (oz), sedangkan slag sekitar US$ 2 per ton, dan US$ 20 per ton. Karena sangat bernilainya produk samping olahan ini, konsentrat tembaga sudah seharusnya dimurnikan di dalam negeri.

Menurut Simon, kewajiban pemurnian inipun sudah sangat jelas diamanatkan dalam Pasal 170 UU Minerba, dengan batas waktu hingga 12 Januari depan. "Masih belum tegasnya pemerintah akan larangan ekspor, bisa jadi karena permintaan investor asing seperti Jepang, karena hampir semua ore dan konsentrat tembaga kita diekspor ke sana," ujar dia.

Tambah lapangan kerja

Selain memberikan manfaat nilai tambah, pembangunan pabrik pengoalahan dan pemurnian (smelter) tembaga di dalam negeri tentunya juga akan memberikan multiplier effect khususnya bagai wilayah setempat. Bahkan, daya serap tenaga kerja dari sektor ini jauh lebih tinggi dibandingkan jika hanya mengandalkan sektor pertambangan.

Herman Seran, Direktur PT Batutua Tembaga Raya mengatakan, sekarang ini pihaknya dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 215 orang, yang terdiri dari 39 orang sebagai karyawan di areal tambang, dan 176 yang bekerja di pabrik copper cathode dengan kapasitas 3.000 ton per tahun. "Per September kemarin, ada 215 orang karyawan di projek Tembaga Wetar, jumlaj ini belum termasuk karyawan dari kontraktor," kata dia.

Bahkan, dengan adanya rencana peningkatan kapasitas pabrik menjadi 28.000 ton per tahun, kebutuhan anakan tenaga kerja otomastis meningkat, yakni menjadi sekitar 500 orang. Bahkan, menurut Herman, selama konstruksi perluasan pabrik berlangsung, pihaknya berencana akan memperkerjakan sebanyak 900 orang yang sebagian besar berasal dari masyarakat lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×