Reporter: Pratama Guitarra | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. PT Freeport Indonesia menginginkan divestasi saham dilakukan melalui skema penawaran perdana saham ke public alias initial public offering (IPO). Meski begitu, Freeport tetap ingin mengikuti mekanisme divestasi dari pemerintah.
Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama, mengatakan, mekanisme divestasi melalui IPO lebih transparan. “Karena itu, kami lebih memilih IPO,” ujar Riza di Jakarta, Jumat (9/10).
Riza mengatakan, aturan mengenai divestasi tambang lewat IPO belum ada. Karena itu, Freeport masih menunggu revisi ketentuan divestasi yang sedang digarap oleh pemerintah.
Freeport juga belum melakukan perhitungan nilai saham yang wajar (valuasi) lantara masih menunggu ketentuan dari pemerintah. "Kami tunggu konstrusi hukum yang jelas," ujar Riza.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, Freeport Indonesia sudah bisa menawarkan sahamnya terhitung mulai 14 Oktober 2015 nanti. Penawaran itu akan dievaluasi selama 90 hari.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot sebelumnya mengatakan, nilai saham yang ditawarkan Freeport akan dievaluasi nilai kewajarannya. Pihaknya memiliki waktu selama 90 hari untuk menentukan sikap.
"Mulai 14 Oktober, Freeport harus menawarkan harga ke pemerintah sebagai bagian proses divestasi. Setelah menerima penawaran itu, pemerintah punya waktu 90 hari negosiasi dengan Freeport apakah harganya wajar atau tidak," ujar Bambang.
Menurut Bambang, setelah evaluasi selama 90 hari, Kementerian ESDM akan menyerahkan hasilnya kepada Kementerian Keuangan terkait teknis divestasi. Kementerian Keuangan atas nama pemerintah bisa memutuskan apakah saham itu akan dibeli pemerintah atau tidak.
Jika pemerintah tidak berminat, divestasi saham Freeport bisa ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMD).
Jika BUMN dan BUMD juga tidak tertarik, barulah saham tersebut akan ditawarkan kepada badan usaha swasta.
Bambang bilang, penawaran saham divestasi bukan melalui skema IPO.Sebab, hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut.
"Untuk saat ini, divestasi melalui IPO belum ada dasar regulasinya. Kecuali ada perubahan ketentuan divestasi," imbuh Bambang.
Saat ini pemerintah telah memiliki 9,36% saham Freeport Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Freeport harus melakukan divestasi sebesar 30%.
Sebab, beleid itu menyebutkan, kegiatan pertambangan bawah tanah (underground) memiliki kewajiban divestasi sebesar 30%.
Menurut PP tersebut, Freeport harus melepas 20% sahamnya mulai Oktober ini. Lantaran pemerintah telah memiliki 9,36% maka Freeport wajib melepas 10,36% saham.
Kemudian, Freepot harus melepas 5% saham berikutnya pada tahun kesepuluh dan 5% sisanya pada tahun ke-15.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News