Reporter: Mimi Silvia | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Ancaman pemerintah soal kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) terhadap PT Freeport Indonesia kini mulai ditanggapi serius oleh Freeport. Perkembangan terbaru, perusahaan asal Amerika Serikat itu mulai mempersiapkan pembangunan smelter.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto menyatakan, Freeport, Petrokimia Gresik, Semen Gresik, dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan melakukan study mengenai lokasi pembangunan smelter yang bakal dibangun.
Menurut Rozik, ada beberapa alternatif lokasi, di antaranya di Jawa Timur dan di Amamapare, Pelabuhan Freeport di Papua. Sementara itu, kapasitas produksinya sebesar 150.000 ton tembaga atau sekitar 1,2 juta ton konsentrat per tahun. "Itu dulu yang akan kami lakukan, sebab kami ingin mendapatkan data primer untuk studi," ungkap Rozik usai acara Seminar Natural Resources: Blessing o Curse, Kamis (22/8).
Rozik bilang, dengan adanya smelter tersebut, pihaknya menaksir bisa menyerap produksi konsentrat hingga 80%-90% jika digabungkan dengan pasokan ke PT Smelting Gresik. Saat ini, Freeport telah memasok 30%-40% konsentrat ke Smelting dari total produksi normal sebanyak 2,5 juta ton per tahun.
Berbeda dengan Freeport, sampai saat ini, PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) belum juga berniat membangun smelter. Martiono Hadianto, Presiden Direktur NNT menyatakan, di dalam UU Minerba, tidak dinyatakan harus membangun smelter. "Kalau tidak ada yang membangun smelter gimana? Masa kita yang disalahin? Di dalam UU hanya dijelaskan, perusahaan harus melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, bukan membangun smelter," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News