kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Gapki Desak Adanya Evaluasi Terhadap Kebijakan DMO dan DPO pada Minyak Goreng


Senin, 11 Juli 2022 / 14:31 WIB
Gapki Desak Adanya Evaluasi Terhadap Kebijakan DMO dan DPO pada Minyak Goreng
ILUSTRASI. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Kedua kanan) didampingi Wakil Menteri Jerry Sambuaga (kanan) meninjau harga minyak goreng curah di Pasar Cibubur, Jakarta, Kamis (16/6/2022). Gapki Desak Adanya Evaluasi Terhadap Kebijakan DMO dan DPO pada Minyak Goreng


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Jaga Pasokan minyak goreng, pemerintah telah memberlakukan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) pada produksi minyak goreng curah.

Kebijakan ini telah berlaku sejak 31 Mei 2022 lalu, artinya kebijakan DMO dan DPO telah diimplementasikan lebih dari satu bulan.

Meski telah berjalan selama lebih dari satu bulan, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono menilai kebijakan DMO dan DPO ini masih perlu ada evaluasi.

“Untuk kebijakan DMO dan DPO perlu dievaluasi kembali, kebijakan DMO memang sudah diperbesar menjadi 1:7 namun ternyata masalah utamanya yaitu eksportir kesulitan mendapatkan kapal untuk kebutuhan ekspor CPO,” kata Eddy pada Kontan.co.id, Senin (11/7).

Baca Juga: Petani Sawit Keluhkan Pungatan Ekspor CPO

Sementara untuk kebijakan DPO untuk minyak goreng curah saat ini perlu ada evaluasi dalam penetapan harga. Dimana penetapan harga DPO seharusnya lebih rendah dari pada harga riil.

Namun kata Eddy, saat ini keadaanya berbalik, DPO untuk minyak goreng curah saat ini Rp 10.600 per kg, sedangkan harga CPOnya lebih rendah yaitu 7.000 per kg.

“Artinya ini sudah tidak sesuai, maka dari itu perlu ada evaluasi,” tutur Eddy.

Eddy juga menjelaskan, kesulitan eksportir dalam memperoleh kapal ekspor juga berimbas kepada penurunan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Sawit milik petani.

Baca Juga: Kemenperin Catat Penyaluran Program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR) Capai 81,72%

Meskipun produsen CPO sudah mengantongi dokumen persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan. Karena stok melimpah yang diakibatkan kesulitan ekspor akibat tidak dapat kapal, produsen pun tidak bisa menyerap TBS dari petani, sehingga harga TBS menjadi turun.

“Saat pelarangan ekspor para pemilik kapal mengalihkan kapalnya untuk angkut crude oil dari Russia. Hal seperti ini bukan rutin terjadi karena kapal itu biasanya kontrak jangka panjang bukan model on the spot, ini karena mereka tidak mungkin membiarkan kapal mereka tidak beroperasi sedangkan waktu itu jangka waktu pelarangan ekspor tidak ada,” jelas Eddy.

Lebih lanjut, saat dimintai tanggapan terkait minyak goreng curah kemasan atau Minyak Kita, Eddy mendukung kebijakan ini.

Sebab kata dia, pengemasan kembali minyak goreng curah kemasan dapat mempermudah proses distribusi dan mengurangi resiko kehilangan produksi dan memudahkan proses pengawasannya.

Baca Juga: Mendag Zulhas Segera Eksekusi Perintah Jokowi Turunkan Harga Minyak Goreng

Namun, Eddy menilai kehadiran minyak goreng curah kemasan sederhana dengan merek Minyak Kita tidak akan signifikan menyerap stok CPO di tangki yang kini sudah mencapai sekitar 6,2 juta ton.

"Kalau curah menjadi kemasan sederhana Minyak Kita, ini lebih bagus untuk kemudahan distribusi. Tetapi untuk pengosongan tanki-tanki, sepertinya tidak terlalu berpengaruh," kata Eddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×