kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.404.000   -3.000   -0,12%
  • USD/IDR 16.687   12,00   0,07%
  • IDX 8.633   -7,44   -0,09%
  • KOMPAS100 1.183   -6,87   -0,58%
  • LQ45 847   -6,48   -0,76%
  • ISSI 308   -1,78   -0,58%
  • IDX30 440   0,35   0,08%
  • IDXHIDIV20 513   0,38   0,07%
  • IDX80 132   -0,90   -0,67%
  • IDXV30 141   0,28   0,20%
  • IDXQ30 141   0,20   0,14%

GAPKI Nilai Ekspor Sawit pada 2026 Akan Menurun Efek Penerapan B50


Minggu, 07 Desember 2025 / 14:57 WIB
GAPKI Nilai Ekspor Sawit pada 2026 Akan Menurun Efek Penerapan B50
ILUSTRASI. Pekerja mengangkut tandan buah kelapa sawit di kawasan PT Perkebunan Nusantara IV, Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (24/10/2024). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan ketersediaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) masih sangat mencukupi untuk bahan baku biodiesel 50 persen (B50) dengan tingkat produksi CPO di Indonesia pada tahun 2024 sekitar 46 juta ton, sedangkan yang dibutuhkan untuk pembuatan B50 hanya 5,3 juta ton. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/tom.


Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha kelapa sawit menilai, pelaksanaan mandatori biodiesel 50% (B50) atau bahan bakar minyak (BBM) solar dengan 50% minyak sawit, menjadi salah satu katalis yang mempengaruhi laju ekspor kelapa sawit pada tahun 2026. 

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono mencermati, penerapan B50 tahun depan akan berdampak pada pengurangan volume ekspor. “(Khususnya) apabila kondisi produksi (sawit) masih seperti saat ini,” imbuhnya kepada Kontan, Minggu (7/12/2025).

Hal ini, kata Eddy, mengingat produksi dua produsen sawit terbesar di dunia yakni Indonesia dan Malaysia saja masih stagnan. Di sisi lain, ia melihat permintaan terus terus meningkat.

Baca Juga: Kemendag Tetapkan Harga Referensi CPO Turun 3,9% pada Desember 2025

Adapun Eddy juga menyoroti tantangan lain, yakni minyak sawit yang kini telah menjadi minyak premium alias tak lagi merupakan minyak nabati yang terjangkau.

“Bahkan sepanjang tahun 2024, harga minyak sawit lebih mahal dari minyak nabati lainnya,” ujar dia.

Dus, hal ini makin memperkuat risiko penurunan ekspor lantaran negara importir bisa membeli minyak nabati lain selama bisa digantikan.

Walaupun demikian, Eddy menuturkan, kembali diundurnya penerapan Anti-Deforestasi Eropa (European Deforestation Regulation) atau EUDR ke Desember 2026 merupakan angin segar bagi industri sawit.

“Penundaan EUDR justru menjadi kesempatan meningkatkan kembali ekspor ke Eropa,” sebut Eddy.

Eddy menambahkan, proyeksi negara tujuan ekspor sawit pada tahun 2026 tak akan jauh beda dengan tahun ini. Di mana, China masih menjadi importir terbesar yang disusul oleh India dan Pakistan. “Ekspor ke Amerika Serikat (AS) juga diperkirakan terus meningkat,” tutur Eddy.

Selanjutnya: Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Akan Buyback Saham, Siapkan Dana Rp 1,5 Triliun

Menarik Dibaca: Kehabisan Gaji Pasca PHK? Ini Solusi Finansial tanpa Stres dan Tetap Stabil

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×