Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menaikkan tarif ojek online (ojol) sebesar delapan persen –15% menuai tanggapan kritis dari kalangan ekonom.
Direktur Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), Fajar Rakhmad, menyatakan bahwa kebijakan ini berisiko menimbulkan ketidakseimbangan kepentingan antara konsumen, mitra pengemudi, dan perusahaan aplikasi.
“Kenaikan tarif delapan –15% tergolong cukup tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan hasil survei kami sebelumnya yang menunjukkan willingness to pay konsumen hanya sekitar 5%,” ungkap Fajar dalam keterangannya, Selasa (1/7).
Menurut Fajar, dari sisi konsumen, penyesuaian tarif ini berpotensi menurunkan frekuensi penggunaan, terutama untuk kebutuhan transportasi harian. Sementara dari perspektif pengemudi, kenaikan tarif memang membuka peluang peningkatan pendapatan, namun akan sangat tergantung pada stabilitas permintaan pasar.
Baca Juga: Kenaikan Tarif Ojol Tak Menjawab Persoalan Utama dalam Ekosistem Transportasi Digital
“Jika konsumen berkurang karena harga naik, maka dampak ke pendapatan pengemudi bisa netral atau bahkan negatif. Kita tidak bisa melihat ini hanya dari satu sisi,” jelas Fajar.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa perusahaan aplikasi transportasi digital juga akan menghadapi tantangan adaptasi. Respons pasar terhadap penyesuaian harga akan menentukan apakah mereka dapat menjaga volume transaksi atau justru mengalami penurunan margin.
“Penting bagi pemerintah untuk menetapkan tarif yang adil bagi semua pihak. Studi kami menunjukkan bahwa konsumen cukup sensitif terhadap perubahan harga, dan sebagian menyatakan akan beralih ke kendaraan pribadi jika tarif naik signifikan,” ujar Fajar.
Sebelumnya, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan menyampaikan bahwa kenaikan tarif ojol akan diterapkan berdasarkan zonasi wilayah. Kenaikan akan bervariasi antara 8% hingga 15% sesuai tiga zona operasional:
- Zona I: Sumatra, Jawa (selain Jabodetabek), dan Bali
- Zona II: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi
- Zona III: Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua
Tarif saat ini masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 564/2022, dengan rincian:
- Zona I: Rp1.850–Rp2.300/km
- Zona II: Rp2.600–Rp2.700/km
- Zona III: Rp2.100–Rp2.600/km
Kemenhub belum memastikan waktu implementasi kebijakan baru ini, namun menyatakan bahwa proses penyesuaian sedang dalam tahap finalisasi.
Menurutnya, jika tidak dikelola secara proporsional, kebijakan tarif ini berisiko memperlambat pertumbuhan ekosistem ekonomi digital yang selama ini ditopang oleh layanan transportasi daring.
Baca Juga: Banyak Mitra Ojol Daerah Tolak Komisi Berubah: Skema 20% Lebih Bermanfaat
Selanjutnya: Aktivitas Pabrik Korea Selatan Masih Tertekan, Namun Kontraksi Mulai Melambat
Menarik Dibaca: Simak Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Besok, Rabu 2 Juli 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News