Reporter: Harry Muthahhari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) optimis di tahun 2019 ini bisa catatkan laba bersih US$ 70 juta tahun ini. GIAA optimistis dengan target itu setelah laporan keuangan kuartal I 2019 yang telah disesuaikan, mencatat laba tahun berjalan sebesar US$ 19,74 juta.
Informasi saja, Jumat (26/7) ini, GIAA kembali merilis laporan keuangan tahun 2018 dan kuartal I 2019. Untuk kuartal I 2019, pos piutang lain-lain turun dari US$ 283,8 juta menjadi US$ 19,7 juta setelah disesuaikan.
Baca Juga: Garuda kembali merilis laporan keuangan, bagaimana dengan kinerja di kuartal I 2019?
Pos aset pajak tangguhan juga berubah dari US$ 45,3 juta menjadi US$ 105,3 juta. Dengan demikian total aset GIAA di kuartal I 2019 setelah disesuaikan menjadi US$ 4.328,6 juta dari sebelumnya US$ 4.532,6 juta.
Sementara, Garuda Indonesia melalui anak usahanya, Citilink, berupaya membatalkan kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi berdasarkan dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
PT Mahata Aero Teknologi sendiri merupakan perusahaan penyedia layanan wi-fi untuk Citilink. Model bisnis yang dilakukan adalah Mahata menyediakan layanan wi-fi gratis ke penumpang Citilink.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) gelar public expose restatement hari ini, Jumat (26/7)
Adapun pendapatan Mahata awalnya bakal berasal dari berbagai digital platform yang mau membuka layanannya pada saat pesawat Citilink berada dalam kondisi terbang melalui konektivitas yang disediakan Mahata.
Nah, Citilink dalam posisi itu, bakal menerima pendapatan dari Mahata sebagai bentuk kompensasi layanan yang diberikan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko GIAA Fuad Rizal menjelaskan bahwa dengan mengabaikan adanya transaksi itu, pihaknya tetap yakin dengan kinerja operasional GIAA di kuartal I 2019 bakal terus berlanjut hingga akhir tahun 2018.
“Strateginya melalui efisiensi dari komponen biaya sewa pesawat dan menurunkan utilisasi pesawat agar konsumsi avtur menurun,” katanya pada Jumat (26/7).
Baca Juga: Revisi laporan keuangan, saham Garuda Indonesia (GIAA) menukik
Komponen biaya pesawat, dilakukan dengan melakukan memperpanjang masa sewa pesawat yang akan jatuh tempo di tahun ini. Sampai saat ini, kata Fuad, sudah ada sekitar 10 sampai 15 pesawat yang masa sewanya diperpanjang.
Hal ini bakal berdampak pada komposisi liabilitas GIAA. Manajemen GIAA memang sedang berupaya memperbesar komposisi liabilitas jangka panjang. Fuad mengklaim, satu pesawat yang diperpanjang masa sewanya bakal bisa menekan sekitar 25% sampai 30% biaya untuk per pesawat.
Hanya saja Fuad tidak menjelaskan terkait risiko dari perpanjangan masa sewa tersebut. Sudah umum jika semakin tua usia pesawat, maka biaya perawatannya bakal lebih mahal karena bakal lebih banyak suku cadang yang akan diganti.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) tetap terbuka bisnis wifi di pesawat
Jika mengutip laporan keuangan Garuda Indonesia tren beban pemeliharaan dan perbaikan pesawat selalu mengalami kenaikan. Di tahun 2016 beban pemeliharaan dan perbaikan sebesar US$ 393,31 juta, kemudian naik di tahun 2017 menjadi US$ 429,36 juta. Sementara di tahun 2018 kembali naik secara signifikan menjadi US$ 529,37 juta.
Adapun di kuartal I 2019, beban pemeliharaan dan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun 2018 naik 19,8% menjadi US$ 118,59 juta.
Baca Juga: Alasan Lion Air baru terapkan diskon tiket 50% secara penuh Rabu pekan ini
Kemudian, strategi kedua adalah dengan mengurangi konsumsi bahan bakar avtur. Kata Fuad, sejak Januari harga avtur rata-rata sudah naik 20%. Tapi, Fuad mengklaim di kuartal I 2019 pengeluaran avtur GIAA dibanding periode yang sama sebelumnya turun 5%.
“Itu karena kita optimalkan produksi, tidak menggeber utilisasi,” jelasnya.
Strategi ini tentu bakal mengurangi utilisasi pesawat Garuda Indonesia. Kata Fuad, Garuda Indonesia bakal tetap beroperasi normal di rute-rute gemuk. Tetapi untuk beberapa rute yang permintaannya sedikit, maka utilisasi pesawat per harinya bakal dikurangi.#
Baca Juga: Ekonom Maybank sebut stabilitas rupiah dapat sokong penghematan utang negara
“Kalau jam sibuk saja kita optimalkan,” jelasnya.
Strategi ini diyakini Fuad bakal mendorong kinerja GIAA di tahun 2019 ini. Manajemen menargetkan tahun 2019 ini GIAA bisa mencatat laba bersih sebesar US$ 70 juta. Adapun pada tahun 2018 lalu, GIAA mencatat rugi sebesar US$ 179,23 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News