Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Pratama Guitarra
Beberapa analis seperti IHS Markit memperkirakan penurunan permintaan batubara di 2020 pasca Covid-19 merupakan penurunan yang terbesar sepanjang sejarah.
Dari kajian APBI, diperkirakan seaborne demand telah terkoreksi sekitar 85 juta ton dari sekitar 980 juta ton di Januari menjadi sekitar 895 juta ton di Juni 2020, di mana jumlah ini diperkirakan masih akan terus terkoreksi sampai akhir tahun jika Pandemi Covid 19 terus berlanjut.
Dampak dari Pandemi Covid-19 yang menyebabkan semakin melebarnya kondisi oversupply di pasar batubara termal global mendorong harga terus turun. Kondisi ini semakin mencemaskan karena trend harga rendah masih akan berlanjut akibat kekhwatiran akan kemungkinan gelombang kedua serangan Covid-19 yang dapat kembali menekan pemulihan ekonomi di negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia seperti, di Tiongkok, India, Jepang, Korea, dll.
Turunnya harga yang mana Harga Batubara Acuan (HBA) Juni dan Juli yang di level US$ 50-an dollar per ton (basis 6322 GAR) yang mana mendekati level harga di tahun 2016.
"Dengan kondisi seperti ini APBI berpendapat perlu segera ada upaya pengendalian produksi melalui pemotongan produksi dari para produsen batubara nasional,” tandasnya.
Baca Juga: Mitsui hengkang, APLSI: Investor hindari bangun PLTU di Jawa karena oversupply
Pemotongan produksi diharapkan dapat menekan harga yang terus turun karena semakin melebarnya oversupply. Menurut kajian APBI, kata Pandu, perkiraan produksi batubara tahun 2020 sekitar 595 juta ton ton telah turun menjadi 530 juta ton di Juni 2020.
Namun APBI memandang masih diperlukan pengendalian produksi nasional dengan adanya tambahan pemotongan produksi sampai dengan 50 juta ton sehingga produksi batubara nasional menjadi sekitar 480 juta ton agar supaya tercapai keseimbangan supply dan demand pada global seaborne market.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News