Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) Tatang Hernas Soerawidjaja menyampaikan bahwa nilai kalor B30 itu sama dengan 95% solar murni, tetapi efisiensi pembakarannya lebih baik dan emisi gas buangnya lebih bersih dan biodiesel praktis tak mengandung belerang/sulfur.
“Konsumsi spesifik bahan bakar mobil berbahan bakar B30 mungkin sedikit lebih besar dari yang berbahan bakar solar murni, tetapi tenaga mobil tetap,” tuturnya.
Selain itu, tangki-tangki yang akan digunakan untuk menyimpan B30, termasuk tangki bahan bakar kendaraan harus terlebih dulu bebas dari kontaminasi dan kemungkinan penyusupan air dan dijaga demikian seterusnya. Masalah biasanya muncul jika tata cara penyimpanan dan penanganan solar diterapkan pada B30.
Baca Juga: Ekonom: Program B30 selamatkan harga TBS petani
Tatang menyarankan bahan bakar B30 yang tersimpan lama di dalam tangki lebih dari 3 bulan tanpa penjagaan agar bebas air karena bisa dirusak atau didegradasi oleh mikroba. Pada aspek daya menyapu atau membersihkan kerak, Tatang menekankan bahwa biodiesel memiliki daya melarutkan yang baik.
“B30 cenderung menyapu kerak-kerak dari dinding tangki penyimpan dan saluran bahan bakar, sehingga bisa menyumbat saringan bahan bakar (fuel filter). Oleh karenanya, pada waktu pertama kali beralih dari berbahan bakar B0 (solar murni) ke B30, di minggu pertama penggunaan perlu membersihkan atau bahkan mengganti saringan bahan bakar,” ungkapnya.
Tatang juga mengingatkan bahwa biodiesel tidak kompatibel dengan material-material logam seperti tembaga, timah, seng, kuning dan perunggu, serta non logam seperti karet alam maupun karet sintesis. B30 mestinya tak berkontak dengan peralatan/onderdil yang dibuat dari material-material di atas. Tatang menyarankan material yang digunakan adalah baja karbon, baja anti karat, aluminium, Teflon, viton, atau nylon 6/6.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News