Reporter: Femi Adi Soempeno, Asnil Bambani Amri, Bloomberg |
NEW DELHI. Indonesia harus mengakhiri pungutan pajak ekspor atau bea keluar (BK) minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Hal ini ditegaskan oleh Dorab Mistry, Director Godrej International Ltd. dalam konferensinya hari ini, Jumat (24/9).
Sementara itu, ia mengimbuhkan, Malaysia, negara penghasil minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, juga harus memperbesar kuota ekspor minyak sawitnya.
Asal tahu saja, hari ini pemerintah mengumumkan BK CPO untuk bulan Oktober 2010; naik menjadi 7,5% dibandingkan dengan bulan September yang hanya sebesar 6 %. Pemicu kenaikan BK CPO ini adalah melonjaknya harga rata-rata CPO selama 30 hari terakhir di bursa komoditas Rotterdam.
Perlu diketahui, penghitungan BK CPO tersebut mengacu pada hitungan harga rata-rata CPO di bursa Rotterdam. Dalam hitungan Kementerian Perdagangan (Kemdag), harga rata-rata CPO sebagai referensi di bursa Rotterdam sudah mencapai US$ 907,62 per ton. Sesuai dengan ketetapan Menteri Keuangan No 67/2010, BK yang dikenakan untuk CPO-nya masuk pada kolom 6 lampiran II dengan besaran BK 7,5%.
Sementara itu, Harga Patokan Eskpor (HPE) sebagai acuan menghitung BK ditetapkan sebesar US$ 836 per ton untuk CPO. Penentuan HPE ini mengacu pada harga referensi setelah dikurangi transportasi, asuransi dan biaya ekspor lainnya
Lebih rinci, HPE CPO untuk bulan Oktober itu naik dibandingkan September senilai US$ 804 per ton atau. Sementara itu HPE untuk tandan buah segar (buah kernel kelapa sawit) Oktober menjadi US$ 446 per ton atau naik dibandingkan September US$ 416 per ton. Sedangkan HPE Crude Olein untuk bulan Oktober US$ 884 per ton atau naik dibandingkan September senilai US$ 850 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News