Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Grup Sritex, berinvestasi US$ 250 juta untuk membangun pabrik serat rayon. Investasi iniĀ mereka lakukan untuk menekan impor rayon, bahan baku produksi tekstil. Pabrik serat rayon di Solo, Jawa Tengah itu berkapasitas produksi 80.000 ton serat rayon per tahun.
Pembangunan pabrik tersebut telah berjalan, dan ditargetkan beroperasi pada 2016. "Ini Sritex secara grup yang membuat pabrik rayon ya, bukan Sritex yang sebagai emiten (PT Sri Rejeki Isman Tbk)," terang Iwan S. Lukminto, Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman, Kamis (9/4).
Saat ini 50% bahan baku tekstil Grup Sritex masih mengandalkan pada impor. Manajemen Sritek berharap, pasca pabrik serat rayon beroperasi, porsi ketergantungan bahan baku impor berkurang jadi 20%. Asal tahu saja, salah satu bahan baku yang diimpor adalah katun dari Brazil.
Dihubungi di tempat yang sama, Ramon Bagun, Direktur Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian menyambut baik rencana itu. Dia bilang, meski kebutuhan serat rayon di dalam negeri besar, baru ada dua produsen yang memproduksinya. Kedua perusahaan itu adalah PT South Pacific Viscose dan PT Indo-Bharat Rayon.
Sementara itu, mengenai rencana kerja emiten Sri Rejeki Isman atau Sritex tahun ini, manajemen emiten berkode saham SRIL mengalokasikan dana belanja modal US$ 104 juta. Dana itu untuk memperbesar kapasitas produksi, yang baru bisa dinikmati di tahun 2016 mendatang.
Untuk diketahui, SRIL memiliki tiga pabrik di Jawa Tengah, yaitu di Sukoharjo, Solo dan Semarang. Kapasitas produksi perusahaan itu adalah spinning 566.000 bales yarn per tahun, finishing 120 juta yard fabric per tahun, weaving 120 juta meter greige per tahun dan garmen sebesar 14 juta pieces per tahun.
Harapan perusahaan berkode SRIL di Bursa Efek Indonesia itu tahun depan, spinning menjadi 654.000 bales yarn per tahun, finishing menjadi 240 juta yard fabric per tahun dan weaving menjadi 180 juta meter greige per tahun. Adapun garmen menjadi 30 juta pieces per tahun.
Selain memperbesar kapasitas produksi, Sritex juga berupaya mempercantik kinerja dengan menaikkan harga jual produksi tekstil. Malah, strategi ini sudah diterapkan perusahaan ini dengan mengerek harga jual 2%-3%. Pertimbangan mengerek harga jual karena tarif dasar listrik naik tahun lalu. "Karena listrik naik, kami juga menaikkan harga juga," ujar Iwan.
Dalam laporan keuangan Sritex 2014, beban listrik dan air tercatat US$ 29,76 juta. Nilai tersebut setara dengan porsi 6,89% terhadap beban pokok penjualan yang sebesar US$ 432,20 juta.
Sebagai informasi, Sritex mengekspor produk ke 55 negara. Perinciannya, 11 negara di Amerika, tujuh negara di Afrika, 11 negara di Eropa, tujuh negara di Timur Tengah dan 19 negara di Asia Pasifik. Nilai ekspor perusahaan itu tahun lalu mencapai US$ 286,84 juta, atau setara dengan 48,35% terhadap total penjualan sebelum dikurangi penjualan yang saling disalinghapuskan yang sebesar US$ 589,09 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News