Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Lantaran biaya bahan baku membengkak, produsen plat baja lembaran canai panas atau hot rolled coil PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk berencana mengerek harga jual produk secara bertahap mulai bulan ini.
Direktur Gunawan Dianjaya, Gunato Gunawan menyebut, perusahaan akan menaikkan harga jual berkisar 13%-15%. "Kami sudah tidak bisa menanggung lonjakan harga bahan baku yang terjadi sejak awal tahun ini," ungkapnya.
Adapun, beberapa jenis bahan baku melonjak signifikan sejak awal 2013 adalah scrap, iron ore pellet, hingga baja setengah jadi alias slab. Harga scrap sudah mencapai US$ 430 per ton sejak Januari 2013, atau melompat 13% dibanding harga pada Oktober 2012, yaitu masih di US$ 380 per ton.
Senada, harga iron ore impor, terutama dari India telah naik 30% dari US$ 115 per ton menjadi US$ 150 per ton pada Januari tahun ini. Selain itu, harga slab pada awal tahun ini sudah mencapai US$ 540 per ton, atau naik 15% dari periode Oktober 2012.
Namun, Gunato mengaku, kenaikan harga bahan bahan baku itu tidak sepenuhnya dibebankan kepada konsumen. “Sebagian kenaikan biaya juga kami serap," katanya.
Nah, supaya keuntungan perusahaan tidak merosot tajam akibat menanggung kenaikan beban produksi, maka perusahaan berkode GDST ini bakal meningkatkan efisiensi produksi. Tujuannya untuk menekan lonjakan beban.
Sekadar gambaran, produk palat baja lembaran bikinan Gunawan Dianjaya mayoritas diserap industri perkapalan, konstruksi, hingga alat berat. Selain di pasar domestik, sebagian produk dilepas kep pasar ekspor, seperti Kanada, Australia, Eropa, dan Asia.
Di sisi lain, Gunato bilang, kenaikkan harga jual produk baja dihantui indikasi praktek dagang tidak sehat oleh produsen baja asing yang masuk ke pasar domestik. Belakangan, banyak produk baja asal Cina yang harganya lebih murah 3%-5% ketimbang harga baja lokal. Hal ini terjadi, lantaran asing diindikasi melakukan kecurangan.
Misalnya, pada dokumen laporan salah satu produk baja asal Cina diklaim mengandung boron sebagai bahan campuran untuk meningkatkan kekuatan produk baja berketebalan tipis. Padahal, hasil cek laboratorium menunjukkan kandungan boron sangat kecil, hanya 0,008%. "Jadi, sebenarnya produk mereka bisa dibilang tak ada bedanya dengan baja pada umumnya," papar Gunato.
Padahal dengan klaim menggunakan boron, produsen baja tersebut berhak mendapat pengembalian pajak ekspor dari pemerintah mereka. Tak hanya itu, mereka mendapat pembebasan bea masuk ke Indonesia sebesar 5%. "Sehingga mereka bisa jual lebih murah," imbuhnya.
Makanya, produsen baja nasional berniat melaporkan hal itu kepada pemerintah, supaya pasar dalam negeri terlindungi. Maklum, kondisi pasar global yang masih lesu menyebabkan produsen baja baik domestik maupun asing gencar membidik Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News