Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan susu di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Jika sebelumnya masyarakat lebih memilih susu bubuk dan susu kental manis, kini konsumsi susu cair Ultra High Temperature (UHT) dan pasteurisasi semakin diminati.
Penjualan susu PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) menunjukkan kenaikan signifikan setiap tahun. Saat ini, produsen susu merek Ultra Milk dan Ultra Mimi ini menguasai 50% pangsa pasar produk minuman UHT dalam kemasan karton aseptik.
ULTJ mencatatkan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 8,27%. Pada 2013, pendapatan Ultrajaya sebesar Rp 3,46 triliun, dan pada 2023 pendapatan ULTJ telah mencapai Rp 8 triliun.
Sepanjang 2023, penjualan minuman UHT menghasilkan pendapatan bersih Rp 8,22 triliun, naik 8,8% year on year (YoY) dari Rp 7,55 triliun pada 2022. Ke depan, ULTJ melihat potensi pasar susu UHT tetap prospektif.
Baca Juga: Ultrajaya (ULTJ) Siap Lanjutkan Kinerja Positif pada 2024
Namun, peningkatan permintaan susu cair belum diimbangi dengan ketersediaan bahan baku dalam negeri. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat hanya sekitar 20% bahan baku susu yang bisa dipasok dari dalam negeri.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, menyatakan bahwa tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia saat ini sebesar 16,9 kg per kapita per tahun setara susu segar.
Menurutnya, jumlah ini perlu ditingkatkan untuk bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. "Peluang peningkatan konsumsi susu di Indonesia masih sangat besar, membuat investor berlomba-lomba meningkatkan investasi di industri pengolahan susu," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (24/5/2024).
Namun, diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Minimnya bahan baku susu dalam negeri disebabkan laju pertumbuhan produksi susu segar domestik rata-rata hanya 1% dalam 6 tahun terakhir, tidak sebanding dengan pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3%.
Baca Juga: Pemerintah Akan Terapkan Cukai Minuman Berpemanis, Begini Tanggapan Ultrajaya (ULTJ)
Putu menjelaskan kendala utama dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah populasi sapi perah di Indonesia yang masih sedikit, sekitar 592.000 ekor, dan produktivitas sapi perah rakyat yang rendah, berkisar 8-12 liter per ekor per hari. Selain itu, rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu juga tinggi.
"Pengembangan produksi susu segar juga dihadapkan pada terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan," tambahnya.
Selain itu, masalah lain di industri susu segar di Indonesia adalah minimnya kepemilikan sapi perah oleh peternak rakyat yang hanya 2-3 ekor per peternak, biaya pembesaran anak sapi perah yang cukup mahal, serta kurangnya pemahaman peternak rakyat akan Good Dairy Farming Practices (GDFP).
Untuk mengatasi berbagai persoalan dalam pengembangan SSDN, diperlukan dukungan dan kebijakan pemerintah yang mendukung sektor hulu, baik koperasi susu maupun peternak sapi perah.
Baca Juga: Intip Strategi Ultrajaya (ULTJ) Mendorong Kinerja pada Tahun Ini
Kementerian Perindustrian telah memberikan bantuan 84 unit pendingin kepada 68 koperasi susu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pada 2021, Kemenperin membantu mendirikan Milk Collection Point (MCP) di koperasi susu di Pengalengan, Jawa Barat.
Pada 2022, Kemenperin juga melakukan digitalisasi di 40 tempat penerimaan susu (TPS) di Jawa Timur sebagai implementasi program industri 4.0 untuk memantau kualitas susu secara real time.
Lebih lanjut, Dirjen Industri Agro menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan SSDN memerlukan kolaborasi berbagai pihak. Kemenperin terus mendorong industri pengolahan susu untuk berperan aktif dalam mengatasi berbagai masalah di sektor hulu, khususnya melalui program kemitraan yang saling menguntungkan dengan koperasi susu dan peternak sapi perah rakyat.
Baca Juga: Ultrajaya (ULTJ) Incar Kenaikan Pendapatan Dua Digit pada Tahun 2024
"Pola kemitraan ini sangat penting antara pelaku industri dan peternak untuk peningkatan populasi peternak dan sapi perah serta memfasilitasi bantuan sarana prasarana penunjang produksi," jelasnya.
Selain itu, diperlukan program pelatihan SDM peternak terkait Good Agricultural Practices untuk meningkatkan produktivitas peternak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News