Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Kondisi itu, sambung Hendra, terbaca oleh pasar sehingga membuat harga tertekan. "Pasar pasti melihat itu, ekspansi masih tinggi. Sulit dikendalikan lonjakan produksi dari daerah," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Jum'at (6/12).
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengamini hal tersebut. Menurutnya, sebagai eksportir batubara terbesar di dunia, kebijakan produksi batubara Indonesia akan sangat menentukan pergerakan harga.
Baca Juga: Pemerintah Gandeng Denmark untuk kembangkan EBT di 4 Provinsi
"Justru penurunan bisa terjadi akibat asumsi pasokan batubara Indonesia yang berlebih. Mengingat Indonesia sebagai eksportir terbesar dunia, kepastian pasokan dan bahkan berlebih mendorong harga menjadi tertekan," ujar Singgih.
Adapun, menurut Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif, tren pelemahan harga batubara tak lepas dari pelemahan ekonomi global sebagai efek domino dari perang dagang Amerika Serikat dan China. "Ketika ekonomi sedang lesu, konsumsi energi juga kena dampaknya," kata Irwandy.
Baca Juga: Anak usaha Adaro Energy (ADRO) menerbitkan obligasi US$ 750 juta pada Oktober 2019
Selain karena pelemahan ekonomi, Irwandy mengatakan bahwa penggunaan energi alternatif juga menjadi penyebab penurunan konsumsi batubara. Ia mencontohkan, India yang menurunkan konsumsi batubara sejak April tahun ini.
Irwandy bilang, penurunan ini menjadi yang pertama dalam 10 tahun terakhir, yang terjadi akibat peningkatan suplai energi alternatif berupa tenaga air dan tenaga nuklir. "Selain India, Tiongkok juga meningkatkan komitmennya untuk mensubstitusi batubara dengan sumber energi ramah lingkungan," kata Irwandy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News